Kamis, 14 Maret 2013

Jalan Panjang Bernama Ikhtiar


 Catatan Harian Merawat Anak Kanker Darah (Leukemia) Bagian4

Jalan Panjang Bernama Ikhtiar




“Ya Allah, saksikanlah bahwa kami telah berusaha.
Maka aku mengemis pada Mu untuk menyembuhkankan anakku.
Beri kesempatan agar kuncup Zaim mekar menjadi bunga.”

            Setelah ruh ditiupkan ke dalam tubuh seorang bayi, maka sejak saat itu juga Allah menggariskan takdirnya; umur, jodoh dan rezeki. Terkait dengan umur, Allah telah menggariskan kapan seorang anak manusia itu mati. Allah berhak untuk menentukan kapan matinya. Apakah selagi kanak-kanan, muda, apalagi taktkala tua.
            Maka ketika aku dan istriku berikhtiar mengobati penyakit Leukemia Zaim ke Malaysia, kami memahami bahwa itu semua tidak akan merubah atas takdir yang Allah berikan pada Zaim. Bisa saja Zaim sembuh walaupun hanya mendapat rawatan di Aceh. Atau bisa saja Zaim tetap meninggal sekalipun Zaim mendapat rawatan sekalipun di luar negeri. Takdir tetap berlaku atas takdir lelaki kecil bernama Zaim Abdirrahman Nuri.
So, lalu untuk apa aku harus ke Malaysia. Disinilah aku memahami arti kata sugesti alian dzan. Aku memahami bahwa sugesti memberikan tenaga dorong yang membuatku lebih yakin bahwa Zaim akan sembuh. Sugesti menjadi silent power yang membuat pikiranku lebih cerah bahwa insya Allah setelah mendapat rawatan optimal, Zaim akan sembuh. Kekuatan sugesti alias pikiran kita konon tidak kalah atas pengobatan medis yang paling canggih sekalipun.
Aku teringat kata-kata kawanku yang berprofesi sebagai herbalis. Namanya mas Herri. Dia bercerita bahwa ada pasiennya yang divonis mengidap kanker otak. Jenis kanker ini sangat berbahaya, apalagi untuk orang dewasa. Dokter sudah menyerah, apalagi pengobatan herbal. Namun karena kekuatan sugesti, pasien pengidap kanker otak tadi masih bertahan. Selain faktor sugesti, dorongan dari orang-orang tercinta sangat mempengaruhi. Ditambah lagi, aku masih ingat kata-kata dokter Isra yang menyatakan bahwa ada pasiennya yang mengidap penyakit leukemia, dan akhirnya sembuh.
Adalah bang Zulfikri dan istrinya yang bernama Yuki yang merekomendasikan kami untuk berangkat ke Malaysia. Anak mereka yang bernama Farras (saat kutulis hari ini berumur 7 tahun) sembuh setelah mendapat rawatan di Malaysia. Dari kedua pasangan suami istri yang baik hati inilah aku memperoleh informasi bahwa rumah sakit yang mereka rekomendasikan adalah Hospital Universiti Kebangsaan Malaysia  (HUKM) di Kuala Lumpur. Mereka sebelumnya pernah ke Pineng yang terkenal dengan penanganan medisnya. Tetapi karena tidak ada rawatan leukemia untuk anak, akhirnya mereka memutuskan melakukan rawatan di HUKM.
Sebagai seorang ayah, aku juga dituntut untuk memberikan hak kepada anak-anakku. Termasuk hak Zaim untuk mendapatkan pengobatan yang optimal. Kelak suatu saat nanti, jika Allah berkenan Zaim telah sembuh, mungkin dia akan bertanya bahkan mungkin menggugat. Apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya untuk mengantarkan dia pada kesembuhan. Maka saat itu aku dengan perasaan cinta mengatakan, “Nak, ayah dan ibumu telah berusaha semaksimal mungkin untuk mencari pengobatan untukmu. Jangan kau tanya berapa biaya yang telah kami keluarkan. Karena sebesar apapun biaya yang telah dikeluarkan, itu hanyalah kecil di mata Allah. Sekarang bertanyalah pada dirimu sendiri, apa yang akan kau berikan pada agamamu, bangsamu dan keluargamu?”



Tidak ada komentar:

Posting Komentar