Catatan Harian Merawat Anak Kanker Darah (Leukemia) Bagian4
Jalan Panjang Bernama Ikhtiar
“Ya Allah, saksikanlah
bahwa kami telah berusaha.
Maka aku mengemis pada
Mu untuk menyembuhkankan anakku.
Beri kesempatan agar
kuncup Zaim mekar menjadi bunga.”
Setelah
ruh ditiupkan ke dalam tubuh seorang bayi, maka sejak saat itu juga Allah
menggariskan takdirnya; umur, jodoh dan rezeki. Terkait dengan umur, Allah
telah menggariskan kapan seorang anak manusia itu mati. Allah berhak untuk
menentukan kapan matinya. Apakah selagi kanak-kanan, muda, apalagi taktkala
tua.
Maka
ketika aku dan istriku berikhtiar mengobati penyakit Leukemia Zaim ke
Malaysia, kami memahami bahwa itu semua tidak akan merubah atas takdir yang
Allah berikan pada Zaim. Bisa saja Zaim sembuh walaupun hanya mendapat rawatan
di Aceh. Atau bisa saja Zaim tetap meninggal sekalipun Zaim mendapat rawatan
sekalipun di luar negeri. Takdir tetap berlaku atas takdir lelaki kecil bernama
Zaim Abdirrahman Nuri.
So,
lalu untuk apa aku harus ke Malaysia. Disinilah aku memahami arti kata sugesti
alian dzan. Aku memahami bahwa
sugesti memberikan tenaga dorong yang membuatku lebih yakin bahwa Zaim akan
sembuh. Sugesti menjadi silent power
yang membuat pikiranku lebih cerah bahwa insya Allah setelah mendapat rawatan
optimal, Zaim akan sembuh. Kekuatan sugesti alias pikiran kita konon tidak
kalah atas pengobatan medis yang paling canggih sekalipun.
Aku teringat kata-kata
kawanku yang berprofesi sebagai herbalis. Namanya mas Herri. Dia bercerita
bahwa ada pasiennya yang divonis mengidap kanker otak. Jenis kanker ini sangat
berbahaya, apalagi untuk orang dewasa. Dokter sudah menyerah, apalagi
pengobatan herbal. Namun karena kekuatan sugesti, pasien pengidap kanker otak
tadi masih bertahan. Selain faktor sugesti, dorongan dari orang-orang tercinta
sangat mempengaruhi. Ditambah lagi, aku masih ingat kata-kata dokter Isra yang
menyatakan bahwa ada pasiennya yang mengidap penyakit leukemia, dan akhirnya
sembuh.
Adalah bang Zulfikri dan
istrinya yang bernama Yuki yang merekomendasikan kami untuk berangkat ke
Malaysia. Anak mereka yang bernama Farras (saat kutulis hari ini berumur 7
tahun) sembuh setelah mendapat rawatan di Malaysia. Dari kedua pasangan suami
istri yang baik hati inilah aku memperoleh informasi bahwa rumah sakit yang
mereka rekomendasikan adalah Hospital Universiti Kebangsaan Malaysia (HUKM) di Kuala Lumpur. Mereka sebelumnya
pernah ke Pineng yang terkenal dengan penanganan medisnya. Tetapi karena tidak
ada rawatan leukemia untuk anak, akhirnya mereka memutuskan melakukan rawatan
di HUKM.
Sebagai seorang ayah, aku
juga dituntut untuk memberikan hak kepada anak-anakku. Termasuk hak Zaim untuk
mendapatkan pengobatan yang optimal. Kelak suatu saat nanti, jika Allah
berkenan Zaim telah sembuh, mungkin dia akan bertanya bahkan mungkin menggugat.
Apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya untuk mengantarkan dia pada
kesembuhan. Maka saat itu aku dengan perasaan cinta mengatakan, “Nak, ayah dan
ibumu telah berusaha semaksimal mungkin untuk mencari pengobatan untukmu.
Jangan kau tanya berapa biaya yang telah kami keluarkan. Karena sebesar apapun
biaya yang telah dikeluarkan, itu hanyalah kecil di mata Allah. Sekarang
bertanyalah pada dirimu sendiri, apa yang akan kau berikan pada agamamu,
bangsamu dan keluargamu?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar