Sabtu, 19 Oktober 2013

Sejuta Rasa Merawat Anak Leukemia





            Hari ini, tepat hampir setahun kami mendampingi Zaim melawan Leukemia. Aku masih ingat, tiga hari sebelum Lebaran Haji Tahun 2012 lalu, kami memutuskan berangkat ke Malaysia. Apa perasaan yang saya rasakan setahun yang lalu dengan saat ini? Sejuta warna pelangi rasanya hadir dalam kehidupan ini. Manis, pahit, sedih, gembira, tawa, tangis dan perasaan mewarnai perjalanan setahun ini. Delapan tahun menikah, seperti terasa landai dibanding perasaan mendampingi putraku setahun ini. Sungguh satu tahun yang sangat berat.
Saya dan istri mungkin termasuk  orang tua kebanyakan yang panik begitu mendengar dokter memvonis Kanker Darah.Langit-langit serasa runtuh dan dunia seperti terbalik dalam pikiran kami. Moment-moment paska vonis Kanker hingga rawatan terhadap Zaim,  baik selama di  Aceh ataupun Malaysia rasanya seperti detik-detik terakhir kami dengan Zaim. Perasaan itu terkadang hilang, diganti dengan kegembiraan sementara, sebelum akhirnya datang kembali seiring dengan titik-titik kritis kondisi Zaim. Kami juga merasa tertekan dan shock ketika beberapa kawan Zaim yang berobat Kanker,  satu demi satu berpulang ke Allah. Saat itu kami  mengetahui malaikat maut tengah berdiri diantara anak-anak pesakit Kanker lain, menunggu waktu untuk mengambil nyawa. Yang tidak ketahui hanya manifest alias daftar nama yang tertulis dalam catatan malaikat itu.  Ya Allah, secepat itukah Engkau akan mengambil anakku?
Kami juga harus kelimpungan mencari biaya pengobatan kanker yang jumlahnya wah itu. Jual apalagi, hutang sama siapa lagi. Seumpama manusia hidup diatas tanah, kami terpedam dalam sumur kehidupan; gelap, asing dan sepi. Namun diatas itu semua, kami juga sedih seadainya Zaim diminta kembali oleh Allah. Kesadaran membuat kami  sepenuhnya memahami. Bahwa masalah bukan hanya perlu diresapi. Tetapi perlu ikhtiar untuk mendapatkan takdir terbaik. Mengobati Zaim di Malaysia merupakan bagian dari ikhtiar kami untuk itu. Tentu saja Allah yang duduk di Arasy sana menginginkan kami tidak tinggal diam melihat Zaim yang diserang Kanker Darah.

Zaim bukan satu-satunya anak yang diserang Leukemia dan kami, bukan satu-satunya orang tua yang menderita karena anaknya Leukemia. Cakrawala kehidupan semakin luas tatkala mendapati anak-anak yang berjuang melawan penyakit Kanker Darah dan penyakit Kanker lainnya. Ada diantara mereka yang berpulang kehadirat Allah terlebih dahulu.  Ini sebenarnya sebuah bukti yang sangat jelas bahwa Allah lah yang menyembuhkan. Kemotherapy, Radiotherapy, Herbal dan segala jeni pengobatan lainnya hanya usaha manusia. Ada diantara para pesakit setelah menjalani kemotherapy mendapat predikat survivor karena masih bertahan lebih dari sepuluh tahun sejak diagnosa pertama, ada yang sedang melalui tahap perawatan (maintenance),ada juga yang tengah menjalani pengobatan secara intensif. Beberapa hari, kami malah melihat pasien-pasien yang baru saja mendapat diagnosa menderita Leukemia. Seperti Zaim dulu, anak-anak ini selalu menangis dan menderita karena pengobatan kemotherapy ini akan mencerabut sementara waktu kebahagian dan senyuman mereka. Seperti kami dulu, orang tua yang anaknya divonis kanker akan shock dan frustasi. Kami seperti melihat peristiwa yang sama dengan kondisi kami setahun yang lalu. Inilah perjalanan hidup yang selalu berputar. Semua mendapat giliran ujian, sekalipun dalam bentuk yang berbeda.
Zaim dengan bang Farras, survivor Leukemia.


Takdir Zaim membuka selimut takdir yang lain. Ternyata dunia tidak seperti kita bayangkan. Saat anak kita menderita penyakit akut, hati orang tua akan lebih sensitif terhadap rasa dan perasaan. Juga dalam pergaulan dengan saudara, kawan, tetangga, rekan kerja hingga atasan kita.  Ada orang yang sepertinya dekat dengan kita, tiba-tiba menjauh  begitu kita memerlukan uluran tangan. Ada yang yang sepertinya dekat, lalu bertambah dekat dengan tersebab empati atas penderitaan kita. Itu semua hal yang biasa. Yang tidak biasa adalah ada orang-orang yang selama ini tersembunyi di luar sana, lalu karena Allah menggerakkan hatinya, tiba-tiba orang-orang itu mendekat, membantu, menghibur anak kita, mendengarkan keluhan dan mengusap air mata kita.  Kepada mereka tidak putus-putusnya saya sampaikan jazakumullah khairan katsira.
Zaim bersama bang Bobby dan pengurus Himpunan Mahasiswa Aceh (TARSA)
Pada titik ini, perkenankan saya menyimpulkan. Ujian yang kita terima, sebenarnya bukan hanya menguji kecintaan terhadap anak kita. Tetapi dalam jangkauan yang lebih luas, menguji orang-orang  disekeliling kita, sejauh mana mereka empati terhadap kita, terhadap lingkungan mereka, juga terhadap sabda-sabda Tuhan yang mereka  hayati selama ini atau atas kemanusian yang mereka miliki. Juga terhadap diri kita sendiri, saat orang-orang disekitar kita mengalami hal yang sama. Hikmah yang luar biasa.
Satu tahun yang luar biasa itu, segera kami lewati. Sudah saatnya kami harus kembali menjalani kehidupan dengan sedikit normal. Tanggal 23 Oktober 2013 ini, Insya Allah kami akan pulang. Berbagai macam agenda yang tertunda sudah pasti harus segera ditunaikan. Mengurus kakak-kakak Zaim kembali normal bersekolah, masuk kerja secara normal, mengembalikan piring tetangga, juga melanjutkan cita-cita pribadi dan keluarga.


            Lalu bagaimana dengan si bujang kita bernama Zaim? Perjalanan Zaim melawan kanker masihlah lama. Zaim perlu menjalani masa maintenance dengan minum obat dirumah, lalu sebulan sekali ke rumah sakit untuk  mendapatkan obat kemo melalui jalur suntik dan tiga bulan sekali untuk suntik tulang belakang. Setahun sekali Zaim juga harus general check up.  Beberapa tahun lagi, ketika Zaim akan sunat, dokter-dokter di PPUKM menyarankan untuk membawa Zaim ke rumah sakit ini lagi. Juga sebelum nantinya bujang kita bernama Zaim Abdirahman Nuri ini bermaksud meminang anak gadis orang, dia juga harus meyakinkan pada calon mertua bahwa sel kanker yang ada dalam dirinya sepenuhnya masih tidur dengan lelap atau hilang sama sekali.
Masih banyak agenda dan masih akan ada banyak cerita tentunya. Tapi pada titik ini, kami sudah merasa  bersyukur. Kami mengalami perasaan-perasaan terindah yang belum kami alami sebelumnya. Perasaan bahagia melebihi apapun yang pernah kami rasakan.  Saya merasa seolah-olah ini hari terakhir saya, lalu sebelum jasad ini dikuburkan saya berkata pada dzat Yang Maha memberi kehidupan. “Ya Allah, terima kasih telah memberikan kehidupan yang indah ini. Sesungguhnya kami ridho atas segala takdir Mu. Amien.” 
Life is beuatifull. Subhanallah. 
Mendaki gunung Lhok Mata Ie, Aceh Besar



Catatan Kaki:
Beberapa Kali saya dikirim pesan atau dihubungi oleh pembaca blog ini. Tetapi karena tidak menuliskan nomor handphone, akhirnya banyak pesan yang telat masuk ke Handphone saya.
Untuk itu saya mohon maaf. Awalnya blog ini tidak dibuat sebagai promosi. Melainkan sebagai blog pribadi sebagai wahana curhat dan berbagi pengalaman.

Namun dalan perjalanannya karena banyak kesulitan menghubungi saya, maka saya share nomor handphone dan alamat saya agar bermanfaat. Terima kasih

Handphone :  +62 0813 604 234 78
Whastup : 0813 604 234 78
FB : Wayir Nuri

Alamat :
Komplek Damai Lestari Blok F Nomor 25 Lamreng Darul Imarah Aceh Besar
INDONESIA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar