Hari
ini, tepat hampir setahun kami mendampingi Zaim melawan Leukemia. Aku masih ingat,
tiga hari sebelum Lebaran Haji Tahun 2012 lalu, kami memutuskan berangkat ke Malaysia.
Apa perasaan yang saya rasakan setahun yang lalu dengan saat ini? Sejuta warna
pelangi rasanya hadir dalam kehidupan ini. Manis, pahit, sedih, gembira, tawa, tangis dan perasaan
mewarnai perjalanan setahun ini. Delapan tahun menikah, seperti terasa landai
dibanding perasaan mendampingi putraku setahun ini. Sungguh satu tahun yang sangat berat.
Saya dan istri mungkin termasuk orang tua kebanyakan yang panik begitu mendengar dokter
memvonis Kanker Darah.Langit-langit
serasa runtuh dan dunia seperti terbalik dalam pikiran kami. Moment-moment
paska vonis Kanker hingga rawatan terhadap Zaim, baik selama di Aceh ataupun Malaysia rasanya seperti
detik-detik terakhir kami dengan Zaim. Perasaan itu terkadang hilang, diganti
dengan kegembiraan sementara, sebelum akhirnya datang kembali seiring dengan
titik-titik kritis kondisi Zaim. Kami juga merasa tertekan dan shock
ketika beberapa kawan Zaim yang berobat Kanker,
satu demi satu berpulang ke Allah. Saat itu kami mengetahui malaikat maut tengah berdiri
diantara anak-anak pesakit Kanker lain, menunggu waktu untuk mengambil nyawa.
Yang tidak ketahui hanya manifest alias daftar nama yang tertulis dalam catatan
malaikat itu. Ya Allah, secepat itukah
Engkau akan mengambil anakku?
Kami juga harus kelimpungan mencari
biaya pengobatan kanker yang jumlahnya wah itu. Jual apalagi, hutang
sama siapa lagi. Seumpama manusia hidup diatas tanah, kami terpedam dalam sumur
kehidupan; gelap, asing dan sepi. Namun diatas itu semua, kami juga sedih
seadainya Zaim diminta kembali oleh Allah. Kesadaran membuat kami sepenuhnya memahami. Bahwa masalah bukan hanya
perlu diresapi. Tetapi perlu ikhtiar untuk mendapatkan takdir terbaik.
Mengobati Zaim di Malaysia merupakan bagian dari ikhtiar kami untuk itu. Tentu
saja Allah yang duduk di Arasy sana menginginkan kami tidak tinggal diam
melihat Zaim yang diserang Kanker Darah.
Zaim bukan satu-satunya anak yang
diserang Leukemia dan kami, bukan satu-satunya orang tua yang menderita karena anaknya
Leukemia. Cakrawala kehidupan semakin luas tatkala mendapati anak-anak yang
berjuang melawan penyakit Kanker Darah dan penyakit Kanker lainnya. Ada
diantara mereka yang berpulang kehadirat Allah terlebih dahulu. Ini sebenarnya sebuah bukti yang sangat jelas
bahwa Allah lah yang menyembuhkan. Kemotherapy, Radiotherapy, Herbal dan segala
jeni pengobatan lainnya hanya usaha manusia. Ada diantara para pesakit setelah
menjalani kemotherapy mendapat predikat survivor karena masih bertahan
lebih dari sepuluh tahun sejak diagnosa pertama, ada yang sedang melalui tahap
perawatan (maintenance),ada juga yang tengah menjalani pengobatan secara
intensif. Beberapa hari, kami malah melihat pasien-pasien yang baru saja
mendapat diagnosa menderita Leukemia. Seperti Zaim dulu, anak-anak ini selalu
menangis dan menderita karena pengobatan kemotherapy ini akan mencerabut
sementara waktu kebahagian dan senyuman mereka. Seperti kami dulu, orang tua
yang anaknya divonis kanker akan shock dan frustasi. Kami seperti
melihat peristiwa yang sama dengan kondisi kami setahun yang lalu. Inilah
perjalanan hidup yang selalu berputar. Semua mendapat giliran ujian, sekalipun
dalam bentuk yang berbeda.
![]() |
Zaim dengan bang Farras, survivor Leukemia. |
Takdir Zaim membuka selimut takdir
yang lain. Ternyata dunia tidak seperti kita bayangkan. Saat anak kita
menderita penyakit akut, hati orang tua akan lebih sensitif terhadap rasa dan
perasaan. Juga dalam pergaulan dengan saudara, kawan, tetangga, rekan kerja
hingga atasan kita. Ada orang yang
sepertinya dekat dengan kita, tiba-tiba menjauh
begitu kita memerlukan uluran tangan. Ada yang yang sepertinya dekat,
lalu bertambah dekat dengan tersebab empati atas penderitaan kita. Itu semua
hal yang biasa. Yang tidak biasa adalah ada orang-orang yang selama ini
tersembunyi di luar sana, lalu karena Allah menggerakkan hatinya, tiba-tiba orang-orang
itu mendekat, membantu, menghibur anak kita, mendengarkan keluhan dan mengusap
air mata kita. Kepada mereka tidak
putus-putusnya saya sampaikan jazakumullah khairan katsira.
![]() |
Zaim bersama bang Bobby dan pengurus Himpunan Mahasiswa Aceh (TARSA) |
Pada titik ini, perkenankan saya
menyimpulkan. Ujian yang kita terima, sebenarnya bukan hanya menguji kecintaan
terhadap anak kita. Tetapi dalam jangkauan yang lebih luas, menguji orang-orang
disekeliling kita, sejauh mana mereka
empati terhadap kita, terhadap lingkungan mereka, juga terhadap sabda-sabda
Tuhan yang mereka hayati selama ini atau
atas kemanusian yang mereka miliki. Juga terhadap diri kita sendiri, saat
orang-orang disekitar kita mengalami hal yang sama. Hikmah yang luar biasa.
Satu tahun yang luar biasa itu,
segera kami lewati. Sudah saatnya kami harus kembali menjalani kehidupan dengan
sedikit normal. Tanggal 23 Oktober 2013 ini, Insya Allah kami akan pulang. Berbagai macam agenda yang tertunda sudah pasti harus segera ditunaikan. Mengurus kakak-kakak Zaim kembali normal bersekolah, masuk kerja secara normal, mengembalikan piring tetangga, juga melanjutkan cita-cita pribadi dan keluarga.
Lalu
bagaimana dengan si bujang kita bernama Zaim? Perjalanan Zaim melawan kanker
masihlah lama. Zaim perlu menjalani masa maintenance dengan minum obat
dirumah, lalu sebulan sekali ke rumah sakit untuk mendapatkan obat kemo melalui jalur suntik
dan tiga bulan sekali untuk suntik tulang belakang. Setahun sekali Zaim juga harus
general check up. Beberapa tahun
lagi, ketika Zaim akan sunat, dokter-dokter di PPUKM menyarankan untuk membawa
Zaim ke rumah sakit ini lagi. Juga sebelum nantinya bujang kita bernama Zaim
Abdirahman Nuri ini bermaksud meminang anak gadis orang, dia juga harus
meyakinkan pada calon mertua bahwa sel kanker yang ada dalam dirinya sepenuhnya
masih tidur dengan lelap atau hilang sama sekali.
Masih banyak agenda dan masih akan
ada banyak cerita tentunya. Tapi pada titik ini, kami sudah merasa
bersyukur. Kami mengalami perasaan-perasaan terindah yang belum kami alami
sebelumnya. Perasaan bahagia melebihi apapun yang pernah kami rasakan. Saya merasa seolah-olah ini hari terakhir saya,
lalu sebelum jasad ini dikuburkan saya berkata pada dzat Yang Maha memberi
kehidupan. “Ya Allah, terima kasih telah memberikan kehidupan yang indah ini.
Sesungguhnya kami ridho atas segala takdir Mu. Amien.”
Life is beuatifull. Subhanallah.
Life is beuatifull. Subhanallah.
![]() |
Mendaki gunung Lhok Mata Ie, Aceh Besar |
Catatan Kaki:
Beberapa Kali saya dikirim pesan atau dihubungi oleh pembaca blog ini. Tetapi karena tidak menuliskan nomor handphone, akhirnya banyak pesan yang telat masuk ke Handphone saya.
Untuk itu saya mohon maaf. Awalnya blog ini tidak dibuat sebagai promosi. Melainkan sebagai blog pribadi sebagai wahana curhat dan berbagi pengalaman.
Namun dalan perjalanannya karena banyak kesulitan menghubungi saya, maka saya share nomor handphone dan alamat saya agar bermanfaat. Terima kasih
Handphone : +62 0813 604 234 78
Whastup : 0813 604 234 78
FB : Wayir Nuri
Alamat :
Komplek Damai Lestari Blok F Nomor 25 Lamreng Darul Imarah Aceh Besar
INDONESIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar