Jumat, 03 Mei 2013

‘Ala Kulli Hal Alhamdulillah



            Lelah. Malas. Capek lahir dan bathin. Terkadang perasaan itu mendera selama mendampingi anak rawat kemotherapy. Sepertinya aktivitas harian tidak jauh rumah/flat, rumah sakit dan sebuah mukjizat jika dapat berangkat pergi ke kantor.  Begitu saja. Tapi itu masih lebih baik. Jika suatu saat Zaim demam, maka selama itu pula Zaim harus masuk ruang isolasi. Dengan kata lain pula istriku harus mendampinginya. Aktivitas akan jauh lebih membosankan. Mengganti pampers, memberikan obat penurun panas,  menyuapin, memandikan serta yang paling membosankan mengusir rasa bosan berada di ruang isolasi dengan ukuran 2,5 x 1,5 meter tersebut.      
            Sebagai orang tua, aku dan istriku terkadang berada pada titih jenuh terhadap rasa bosan. Menunggu anak yang tengah kemo jauh lebih melelahkan dan membutuhkan kesabaran yang luar biasa. Reaksi dari obat kemo selalu membuat perasaan tidak nyaman bagi pesakit itu sendiri. Sakit, ngilu, demam, bibir pecah-pecah, mencret, muntah dan semua keluhan badan lainnya. Derita yang dialami pesakit atau pasien sedikit banyak membuat repot dan kelelahan orang tuanya. Dan itu semua harus dilalalui selama rawatan kemotherapy. Ada yang memerlukan rawatan intensif selama 6 bulan, 8 bulan , dan  1 tahun. Itu baru tahapan intensif. Belum lagi tahap rawatan yang umumnya memerlukan waktu rawatan selam 2 hingga 4 tahun. Namun yang lebih tragis ketika pesakit harus mengulangi kemotherapy karena sel kanker balik lagi (relaps). Bagi orang tua yang mendampingi anaknya rawatan kanker, kata LELAH tidak lagi cukup untuk mengambarkan LELAH yang sebenarnya. Nah, lalu bagaimana pesakit harus dinaikkan protokol atau dosis karena kasus relaps? Masya Allah. 
            Ada kala terlintas dalam bayangan untuk menghentikan kemotherapy. Stop. Cukup sampai di sini. Saya menyerah. I’m qiut. I’m give up. Lalu kita pulang ke rumah mencoba rawatan lain. Sebagai orang tua, kitalah yang berhak untuk memutuskan rawatan terbaik untuk anak kita. Bukan nurse, dokter atau rumah sakit. Tapi kita sendiri. Saya sudah capek dan saya mau istirahat. Sampai jumpa besok pagi.
            Astaghfirullahal ‘adzim.
            Perasaan seperti itu bukan dialami oleh satu orang tua. Saya dan istri juga merasakan hal yang sama. Apalagi ketika anak kita tampak menderita setelah menjalani kemo. Badannya selalu lemas, rambutnya rontok, matanya satu, semua tangan dan kakinya luka-luka karena tusukan jarum serta senyum yang mulai jarang. Semua orang tua yang mendampingi anak-anak kanker pasti merasakan hal yang sama. Ini belum lagi jika kita memikirkan apa yang terjadi di rumah. Bagaimana anak-anak kita yang lain, cicilan kredit, hutang yang makin bertambah sementara pekerjaan mulai tak jelas.  

            Namun jika mau jujur, sebenarnya Allah tidak pernah meninggalkan kita. Allah selalu membersamai kita. Memerhatikan dan mengabulkan do’a-do’a kita. Menghibur kita melalui peristiwa-peristiwa yang seolah biasa. Mungkin melalui set line darah yang lebih cepat dari biasa. Mungkin melalui berkurangnya demam yang diderita anak kita. Mungkin juga melalui nurse atau dokter yang tiba-tiba saja ramah kita. Mungkin melalui rezeki yang datang begitu saja seolah jatuh dari langit. Dan mungkin juga melalui senyuman manis anak kita setelah berminggu-minggu  tidak tampak senyumnya. Atau melalui hasil laboratarium yang menyatakan ada progres dari anak kita meskipun sedikit. Saat itulah ada perasaan yang membuat kita juga tersenyum. Air mata kita pun berlinang karena perasaan bahagia. Pada saat seperti itu seolah kelelahan kita menguap begitu saja, seperti air embun yang menguap oleh hadirnya matahari pagi. Begitu indah dan syahdu.
            Ada peristiwa penting pada Sirah Nabawiyah. Konon para sahabat yang mengikuti perang Badar, mereka diampuni dosa-dosanya setelah peristiwa perang tersebut. Jadi meskipun para sahabat tersebut berbuat dosa, Allah telah mengampuni dosa-dosa mereka. Perlakuan istimewa tersebut diberikan oleh Allah kepada para sahabat yang telah memenuhi panggilan jihad pertama pada zaman rasul. Di saat  banyak manusia yang masih jahiliyah, ada sekumpulan manusia yang tidak hanya beriman, tetapi juga memenuhi panggilan jihad. Lalu apa hubungan peristiwa tersebut dengan penderitaan kita sebagai orang tua dari anak-anak pengidap leukemia?
            Saya berdo’a semoga jerih payah yang telah kita lakukan, malam-malam yang telah kita lewati, keringat yang kita cucurkan, kesabaran yang telah kita semaikan, harta yang kita keluarkan dan pengorbanan yang telah kita tunaikan, semoga Allah menyamakan kedudukan amal tersebut dengan amal yang telah dilakukan oleh Ahlul Badar.
            Maka atas nama nikmat Allah yang diturunkan saat ini, atas peristiwa yang menimpa anak kita dan juga kita, sudah sepatutnya kita mensyukurinya. Mungkin lewat syukur itu Allah menambah rezeki kita. Lewat syukur dalam ujian ini, mungkin Allah ingin mengurasi dosa-dosa kita. Melalui kesabaran atas ujian ini, semoga Allah berkenan meninggikan kita di sisi Nya. Dan melalui waktu-waktu ini, sebenarnya Allah ingin menyiapkan syurga untuk kita. Hhhh.......
            ‘Ala kulli hal alhamdulillah. Hadzihi minallah.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar