Lelah.
Malas. Capek lahir dan bathin. Terkadang perasaan itu mendera selama mendampingi
anak rawat kemotherapy. Sepertinya aktivitas harian tidak jauh rumah/flat,
rumah sakit dan sebuah mukjizat jika dapat berangkat pergi ke kantor. Begitu saja. Tapi itu masih lebih baik. Jika
suatu saat Zaim demam, maka selama itu pula Zaim harus masuk ruang isolasi.
Dengan kata lain pula istriku harus mendampinginya. Aktivitas akan jauh lebih
membosankan. Mengganti pampers, memberikan obat penurun panas, menyuapin, memandikan serta yang paling
membosankan mengusir rasa bosan berada di ruang isolasi dengan ukuran 2,5 x 1,5
meter tersebut.
Sebagai
orang tua, aku dan istriku terkadang berada pada titih jenuh terhadap rasa
bosan. Menunggu anak yang tengah kemo jauh lebih melelahkan dan membutuhkan
kesabaran yang luar biasa. Reaksi dari obat kemo selalu membuat perasaan tidak nyaman
bagi pesakit itu sendiri. Sakit, ngilu, demam, bibir pecah-pecah, mencret,
muntah dan semua keluhan badan lainnya. Derita yang dialami pesakit atau pasien
sedikit banyak membuat repot dan kelelahan orang tuanya. Dan itu semua harus
dilalalui selama rawatan kemotherapy. Ada yang memerlukan rawatan intensif
selama 6 bulan, 8 bulan , dan 1 tahun.
Itu baru tahapan intensif. Belum lagi tahap rawatan yang umumnya memerlukan
waktu rawatan selam 2 hingga 4 tahun. Namun yang lebih tragis ketika pesakit
harus mengulangi kemotherapy karena sel kanker balik lagi (relaps). Bagi orang tua yang mendampingi anaknya rawatan kanker,
kata LELAH tidak lagi cukup untuk mengambarkan LELAH yang sebenarnya. Nah, lalu
bagaimana pesakit harus dinaikkan protokol atau dosis karena kasus relaps? Masya Allah.
Ada
kala terlintas dalam bayangan untuk menghentikan kemotherapy. Stop. Cukup sampai di sini. Saya
menyerah. I’m qiut. I’m give up. Lalu
kita pulang ke rumah mencoba rawatan lain. Sebagai orang tua, kitalah yang
berhak untuk memutuskan rawatan terbaik untuk anak kita. Bukan nurse, dokter
atau rumah sakit. Tapi kita sendiri. Saya sudah capek dan saya mau istirahat.
Sampai jumpa besok pagi.
Astaghfirullahal ‘adzim.
Perasaan seperti itu bukan dialami
oleh satu orang tua. Saya dan istri juga merasakan hal yang sama. Apalagi
ketika anak kita tampak menderita setelah menjalani kemo. Badannya selalu
lemas, rambutnya rontok, matanya satu, semua tangan dan kakinya luka-luka
karena tusukan jarum serta senyum yang mulai jarang. Semua orang tua yang
mendampingi anak-anak kanker pasti merasakan hal yang sama. Ini belum lagi jika
kita memikirkan apa yang terjadi di rumah. Bagaimana anak-anak kita yang lain,
cicilan kredit, hutang yang makin bertambah sementara pekerjaan mulai tak
jelas.
Namun
jika mau jujur, sebenarnya Allah tidak pernah meninggalkan kita. Allah selalu
membersamai kita. Memerhatikan dan mengabulkan do’a-do’a kita. Menghibur kita
melalui peristiwa-peristiwa yang seolah biasa. Mungkin melalui set line darah
yang lebih cepat dari biasa. Mungkin melalui berkurangnya demam yang diderita
anak kita. Mungkin juga melalui nurse atau dokter yang tiba-tiba saja ramah
kita. Mungkin melalui rezeki yang datang begitu saja seolah jatuh dari langit.
Dan mungkin juga melalui senyuman manis anak kita setelah berminggu-minggu tidak tampak senyumnya. Atau melalui hasil
laboratarium yang menyatakan ada progres dari anak kita meskipun sedikit. Saat
itulah ada perasaan yang membuat kita juga tersenyum. Air mata kita pun berlinang
karena perasaan bahagia. Pada saat seperti itu seolah kelelahan kita menguap
begitu saja, seperti air embun yang menguap oleh hadirnya matahari pagi. Begitu
indah dan syahdu.
Ada
peristiwa penting pada Sirah Nabawiyah. Konon para sahabat yang mengikuti
perang Badar, mereka diampuni dosa-dosanya setelah peristiwa perang tersebut.
Jadi meskipun para sahabat tersebut berbuat dosa, Allah telah mengampuni
dosa-dosa mereka. Perlakuan istimewa tersebut diberikan oleh Allah kepada para
sahabat yang telah memenuhi panggilan jihad pertama pada zaman rasul. Di saat banyak manusia yang masih jahiliyah, ada
sekumpulan manusia yang tidak hanya beriman, tetapi juga memenuhi panggilan
jihad. Lalu apa hubungan peristiwa tersebut dengan penderitaan kita sebagai
orang tua dari anak-anak pengidap leukemia?
Saya
berdo’a semoga jerih payah yang telah kita lakukan, malam-malam yang telah kita
lewati, keringat yang kita cucurkan, kesabaran yang telah kita semaikan, harta
yang kita keluarkan dan pengorbanan yang telah kita tunaikan, semoga Allah
menyamakan kedudukan amal tersebut dengan amal yang telah dilakukan oleh Ahlul
Badar.
Maka
atas nama nikmat Allah yang diturunkan saat ini, atas peristiwa yang menimpa
anak kita dan juga kita, sudah sepatutnya kita mensyukurinya. Mungkin lewat
syukur itu Allah menambah rezeki kita. Lewat syukur dalam ujian ini, mungkin
Allah ingin mengurasi dosa-dosa kita. Melalui kesabaran atas ujian ini, semoga
Allah berkenan meninggikan kita di sisi Nya. Dan melalui waktu-waktu ini,
sebenarnya Allah ingin menyiapkan syurga untuk kita. Hhhh.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar