Judul tulisan ini
mengingatkanku pada sebuah film Iran. Tapi aku tidak bermaksud menceritakan
tentang film yang sangat menyegarkan jiwa tersbeut. Aku ingin bercerita tentang
anak-anak kecil yang divonis menderita penyakit yang sangat mematikan;
kanker. Anak-anak kecil yang tengah
tumbuh dengan segenap kecerdasan kelucuannya. Kata kanker akhirnya membuat
perbedaan jelas. Bahwa harapan hidup dan mati sama besarnya. Sama tipisnya.
Semenjak mendapatkan
perawatan kemotherapy bulan Oktober tahun 2012 di rawatan pediatrik HUKM, entah
telah beberapa pasien kanker yang telah menghembuskan nafas terakhirnya. Ketika
aku menuliskan catatan ini, dalam kurun waktu Oktober 2012 hingga April 2013,
tercatat nama-nama mereka yang meninggal; Fang Ting, Ayesha, Fatin Auni, Omar
Iman, Ali Azfar dan beberapa nama lain yang aku tidak ingat. Mereka meninggal
setelah mendapatkan rawatan kemotherapy. Ada yang meninggal karena dokter sudah
tidak mampu menangani pasien. Ini artinya kemotherapy tidak lagi mampu bekerja
untuk membunuh sel kanker. Namun umumnya pasien kanker yang meninggal bukan
karena kemotherapy, tetapi lebih pada effect
sekunder seperti tertular penyakit atau sebab lain.
Salah satu nama yang
melekat adalah Fatin Auni. Gadis kecil ini umurnya sama dengan Zaim kecilku.
Bukan hanya Zaim yang berkawan dengan almarhumah Auni, kami sesama orang tua
pun juga berkawan. Auni bukan penderita kanker. Gadis kecil ini sejak
dilahirkan tidak memiliki pabrik sel darah putih—berfungsi melindungi tubuh
dari jangkitan penyakit. Selama di rawat di HUKM, almarhumah sering tranfusi
darah putih (pletlet).Dokter telah
berusaha memberikan yang terbaik. Mereka bekerja di luar protokol karena untuk
kasus almarhumah, tidak ada protokol pasti. Setelah melakukan operasi Arnab,
kondisi kesehatan Auni semakin menurun. Allah mentakdirkan yang terbaik untuk
Auni dan keluarganya. Pada hari Jum’at, Allah memanggil kembali Auni ke sisi Nya.
Di ruang PHDU, aku memeluk ayah Auni. Aku katakan bahwa Allah tahu yang terbaik
untuk hambaNya. Aku juga menangis. Aku selalu takut bahwa apakah setelah itu
adalah giliranku untuk berpisah dengan Zaim kecilku? Hanya Allah yang tahu.
Aku selalu menangkan diri
sendiri bahwa Zaim memiliki (hanya)
mengidap penyakit leukemia. Dimana dokter telah memiliki protokol yang jelas.
Tetapi sebenarnya pemahaman itu keliru. Setiap anak kanker—juga jenis penyakit
lain—selalu sama di mata Allah. Mereka yang mengidap penyakit leukemia tidak
boleh merasa sombong kepada mereka yang menderita kanker kaki. Mereka yang
kanker kaki tidak boleh sombong dengan mereka yang punya penyakit kanker otak.
Stop. Semua penyakit memiliki peluang kesembuhan yang sama dari Allah.
Tergantung usaha kita. Jangankab kanker. Flu, asma ataupun demam berdarah (dengue
) dapat berakhir dengan kematian jika tidak ditangani secara baik.
Mereka yang meninggal
masih berusia kecil dan ada beberapa yang sudah baligh. Bagiku mereka semua seperti makhluk-makhluk syurga yang
diturunkan sementara ke dunia. Kehadiran mereka menghibur hati orang
tua-meskipun terkadang terlalu lama. Namun waktu yang tidak lama itu membekas
selamanya. Ibarat hujan sesaat, kehadiran mereka menyegarkan
jiwa yang telah kekeringan selama satu musim sebelumnya.
Dalam Hadist
Qudsi dinukilan tatkala Allah SWT berfirman pada hari kiamat kepada anak-anak: "Masuklah
kalian ke dalam surga!". Anak-anak itu lalu berkata: "Ya Rabbi (kami menunggu)
hingga ayah ibu kami masuk." Lalu mereka mendekati pintu syurga! tapi tidak
mau masuk ke dalamnya. Allah berfirman
lagi: "Mengapa, Aku lihat mereka enggan masuk? Masuklah kalian kedalam surga!" Mereka menjawab:
"Tetapi (bagaimana) orang tua kami?" Allah pun berfirman: "Masuklah
kalian ke dalam syurga bersama orang tua kalian."
(Hadits Qudsi Riwayat Ahmad dari Syurahbil bin Syua’ah yang bersumber dari sahabat Rasulullah). Subhanallah.
(Hadits Qudsi Riwayat Ahmad dari Syurahbil bin Syua’ah yang bersumber dari sahabat Rasulullah). Subhanallah.
Aku sendiri punya
keinginan. Kalau Allah mau memanggil Zaim kembali ke sisi Nya, semoga jangan
ketika dia masih kecil. Karena kalau masih kecil, Zaim hanya memberikan
kemanfaatan untuk dirinya sendiri, atau paling-paling hanya bagi kedua orang tuanya.
Aku ingin Zaim meninggal tatkala dia sudah dewasa. Meninggalnya pun jangan di
ranjang. Tapi di bumi perjuangan. Apakah itu di Indonesia, Palestina, atau bumi
perjuangan lainnya. Namanya juga keinginan. Tapi aku sepenuhnya sadar. Bahwa
Zaim, juga kita semua milik Allah. Mana kala Allah sudah berkehendak, tiada ada
satupun kekuatan yang mampu menahannya. Seperti anak-anak penderita kanker
lainnya. Karena anak kita, tetapi kita semua adalah milik Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar