Rabu, 24 April 2013

Children of Heaven




Judul tulisan ini mengingatkanku pada sebuah film Iran. Tapi aku tidak bermaksud menceritakan tentang film yang sangat menyegarkan jiwa tersbeut. Aku ingin bercerita tentang anak-anak kecil yang divonis menderita penyakit yang sangat mematikan; kanker.  Anak-anak kecil yang tengah tumbuh dengan segenap kecerdasan kelucuannya. Kata kanker akhirnya membuat perbedaan jelas. Bahwa harapan hidup dan mati sama besarnya. Sama tipisnya.
Semenjak mendapatkan perawatan kemotherapy bulan Oktober tahun 2012 di rawatan pediatrik HUKM, entah telah beberapa pasien kanker yang telah menghembuskan nafas terakhirnya. Ketika aku menuliskan catatan ini, dalam kurun waktu Oktober 2012 hingga April 2013, tercatat nama-nama mereka yang meninggal; Fang Ting, Ayesha, Fatin Auni, Omar Iman, Ali Azfar dan beberapa nama lain yang aku tidak ingat. Mereka meninggal setelah mendapatkan rawatan kemotherapy. Ada yang meninggal karena dokter sudah tidak mampu menangani pasien. Ini artinya kemotherapy tidak lagi mampu bekerja untuk membunuh sel kanker. Namun umumnya pasien kanker yang meninggal bukan karena kemotherapy, tetapi lebih pada effect sekunder seperti tertular penyakit atau sebab lain.
Salah satu nama yang melekat adalah Fatin Auni. Gadis kecil ini umurnya sama dengan Zaim kecilku. Bukan hanya Zaim yang berkawan dengan almarhumah Auni, kami sesama orang tua pun juga berkawan. Auni bukan penderita kanker. Gadis kecil ini sejak dilahirkan tidak memiliki pabrik sel darah putih—berfungsi melindungi tubuh dari jangkitan penyakit. Selama di rawat di HUKM, almarhumah sering tranfusi darah putih (pletlet).Dokter telah berusaha memberikan yang terbaik. Mereka bekerja di luar protokol karena untuk kasus almarhumah, tidak ada protokol pasti. Setelah melakukan operasi Arnab, kondisi kesehatan Auni semakin menurun. Allah mentakdirkan yang terbaik untuk Auni dan keluarganya. Pada hari Jum’at, Allah memanggil kembali Auni ke sisi Nya. Di ruang PHDU, aku memeluk ayah Auni. Aku katakan bahwa Allah tahu yang terbaik untuk hambaNya. Aku juga menangis. Aku selalu takut bahwa apakah setelah itu adalah giliranku untuk berpisah dengan Zaim kecilku? Hanya Allah yang tahu.
Aku selalu menangkan diri sendiri bahwa Zaim memiliki  (hanya) mengidap penyakit leukemia. Dimana dokter telah memiliki protokol yang jelas. Tetapi sebenarnya pemahaman itu keliru. Setiap anak kanker—juga jenis penyakit lain—selalu sama di mata Allah. Mereka yang mengidap penyakit leukemia tidak boleh merasa sombong kepada mereka yang menderita kanker kaki. Mereka yang kanker kaki tidak boleh sombong dengan mereka yang punya penyakit kanker otak. Stop. Semua penyakit memiliki peluang kesembuhan yang sama dari Allah. Tergantung usaha kita. Jangankab kanker. Flu, asma ataupun demam berdarah  (dengue ) dapat berakhir dengan kematian jika tidak ditangani secara baik.
Mereka yang meninggal masih berusia kecil dan ada beberapa yang sudah baligh. Bagiku mereka semua seperti makhluk-makhluk syurga yang diturunkan sementara ke dunia. Kehadiran mereka menghibur hati orang tua-meskipun terkadang terlalu lama. Namun waktu yang tidak lama itu membekas selamanya. Ibarat hujan sesaat, kehadiran mereka menyegarkan jiwa yang telah kekeringan selama satu musim sebelumnya.
Dalam Hadist Qudsi dinukilan tatkala Allah SWT berfirman pada hari kiamat kepada anak-anak: "Masuklah kalian ke dalam surga!". Anak-anak itu lalu berkata: "Ya Rabbi (kami menunggu) hingga ayah ibu kami masuk." Lalu mereka mendekati pintu syurga! tapi tidak mau masuk ke dalamnya. Allah  berfirman lagi: "Mengapa, Aku lihat mereka enggan masuk? Masuklah kalian  kedalam surga!" Mereka menjawab: "Tetapi (bagaimana) orang tua kami?" Allah pun berfirman: "Masuklah kalian ke dalam syurga bersama orang tua kalian."
(Hadits Qudsi Riwayat Ahmad dari Syurahbil bin Syua’ah yang bersumber dari sahabat Rasulullah). Subhanallah.  
Aku sendiri punya keinginan. Kalau Allah mau memanggil Zaim kembali ke sisi Nya, semoga jangan ketika dia masih kecil. Karena kalau masih kecil, Zaim hanya memberikan kemanfaatan untuk dirinya sendiri, atau paling-paling hanya bagi kedua orang tuanya. Aku ingin Zaim meninggal tatkala dia sudah dewasa. Meninggalnya pun jangan di ranjang. Tapi di bumi perjuangan. Apakah itu di Indonesia, Palestina, atau bumi perjuangan lainnya. Namanya juga keinginan. Tapi aku sepenuhnya sadar. Bahwa Zaim, juga kita semua milik Allah. Mana kala Allah sudah berkehendak, tiada ada satupun kekuatan yang mampu menahannya. Seperti anak-anak penderita kanker lainnya. Karena anak kita, tetapi kita semua adalah milik Nya. 








Tidak ada komentar:

Posting Komentar