Kamis, 25 April 2013

Berapa Biaya Rawatan Leukemia?



--“Jangan pernah merisaukan besarnya biaya pengobatan Leukemia”--
Tulisan ini sekadar untuk merefleksikan biaya yang diperlukan bagi orang tua yang anaknya menderita kanker, khususnya kanker darah atau leukemia. Banyak yang bertanya berapa biaya untuk mengobati seorang anak yang terkena kanker darah. Aku sendiri sejak Zaim divonis terkena Leukemia melakukan riset kecil-kecilan mengenai biaya yang diperlukan untuk mengobati jenis penyakit yang mematikan tersebut. Rumah sakit yang aku survey bukan hanya dari rumah sakit daerah atau rumah sakit nasional yang ada di Indonesia. Tetapi juga beberapa rumah sakit di negara tetangga.
Hasilnya tidak terlalu mengejutkan. Semua rumah sakit umumnya memiliki kesimpulan kata yang sama untuk biaya mengobati kanker—Mahal. Tidak di Indonesia, Malaysia, Singapura ataupun negara maju lainnya yang  telah pengalaman menangani kanker. Mahalnya biaya pengobatan tersebut ditentukan oleh mahalnya obat. Jadi bukan semata-mata karena biaya servis atau pelayanan rumah sakit atau tenaga medis. Tetapi lebih pada mahalnya harga obat.
Beberapa artikel yang saya baca menungkapkan fakta yang cukup mengejutkan. Banyak keluarga yang jatuh miskin karena uang mereka terpakai untuk mengobati anggota keluarga mereka. Mereka terpaksa melepaskan asset yang mereka punyai selama ini. Apakah itu berwujud uang simpanan, kendaraan, tanah dan tidak jarang satu-satunya rumah yang mereka miliki. Tidak jarang yang frustasi atau stress, bukana karena harta mereka lepas satu demi satu. Tetapi juga oleh lamanya waktu untuk mengobati kanker.
Pengalamanku sendiri, aku terpaksa menjual sepeda motor untuk biaya awal berobat untuk si kecil. Tidak hanya itu aku juga aku harus meminjam ke beberapa kolega atau tempatku bekerja. Namun bagi Zaim, hal yang paling menyedihkan adalah ketika aku harus menjual mobil keluarga mobil yang menjadi benda kesayangannya. Padahal mobil itu mobil tua—Esteem 1993. Namun melalui mobil itulah selama ini Zaim melalui hari-hari yang menyenangkan. Jalan-jalan ke pantai, ke taman kota, pergi melawat saudara, sholat hari raya, juga perjalanan pulang kampung pada hari raya ke Lhokseumawe yang selalu memberikan kesan mendalam. Jadi tatkala tahu mobil kami telah dijual, mata Zaim selalu tampak redup. Hanya setelah mendengar kata-kata dari ummi nya bahwa nanti mobil Zaim akan diganti oleh Allah dengan mobil baru, binar-binar di mata Zaim kembali menyala.
Aku sendiri bersyukur bahwa kami tidak harus menjual rumah. Meskipun simple, rumah memiliki arti penting bagi perjalanan hidup sebuah keluarga. Rumah bukan hanya tempat berlindung dari panas dan  dingin. Dari rumahlah kami menjalin hubungan sebagai suami istri, melihat anak-anak satu demi satu lahir, melihat anak-anak tumbuh dan berkembang, tertawa-menangis, susah-senang, dan berbagai peristiwa lainnya. Rumah cerminan bagi kehidupan dunia dan akhirat kita. Aku sendiri berdo’a sampai Zaim sembuh nanti, semoga Allah tetap mengamanahkan rumah yang selama ini kami tinggali.
So, kembali pada obrolan berapa biaya pengobatan Kanker. Di HUKM, aku diberikan gambaran oleh seorang dokter besarnya biaya pengobatan. Untuk fase intesnif yang memakan waktu satu tahun, kurang lebih memakan biaya sebesar RM 60.000,00 atau setara dengan Rp. 190 jutaan (disesuaikan dengan kurs). Besaran biaya tersebut sudah twice alias double karena kami bukan warga negara Malaysia. Sedangkan untuk warga mereka Malaysia, mereka membayar separuhnya karena ada subsidi dari pihak pemerintah (kerajaan). Besaran biaya pengobatan leukemia umumnya sama. Hal ini karena di rumah sakit Malaysia tidak ada kelas-kelas seperti rumah sakit pemerintah di Indonesia yang membagi dengan golongan, VVIP, VIP, Kelas I, Kelas II atau Kelas 3. Di rumah sakit milik pemerintah Malaysia, semua warga mendapat perlakuan yang sama atau diruang yang sama, yaitu bangsal. Namun bangsalnya nyaman dan luas. Jadi pasien dan orang tua merasa nyaman.  Jadi tidak dibedakan atas golongan. Pengecualian, jika anak penderita Leukemia mengalami demam atau terkena jangkitan kuman, dia harus dimasukkan di ruang isolasi. Hal ini untuk mengidari tertular atau menularkan pada pasien lain. Selebihnya servis atau pelayanannya sama. Pengalamanku di HUKM, rumah sakit tersebut memilki kualitas pelayanan yang bagus. Kekurangan pastilah ada.
Aku pernah mendapatkan informasi dari orang tua yang alhamdulillah anaknya sembuh dari Leukemia, bahwa perawatan hingga tahap maintenance membutuhkan uang antara 800 hingga 1 miliar rupiah. Jumlah itu tentunya sangat ditentukan oleh kasus masing-masing anak (demam, alergi, infeksi, jangkitan kuman dan lain-lain). Pertama kali mendengar besaran uang yang jumlahnya fantsastis tersebut sempat membuat aku dan istriku shock. Bahkan jika semua harta kami dijual, termasuk rumah, tak cukup untuk menalangi biaya tersebut.
Tetapi sejak awal aku dan istri memiliki keyakinan bahwa Allah pasti tidak diam mendengarkan pinta dan do’a dari kedua orang tua Zaim. Allah juga tahu bahwa hamba kecil Nya yang bernama Zaim Abdirahman Nuri tengah menderita Leukemia dan membutuhkan biaya yang besar. Dalam garis bernama takdir juga akhirnya Zaim terkena Leukemia. Allah pasti akan menunjukkan jalan dan menurunkan rezeki untuk mengobati anak kami. Tidak mungkin Allah membiarkan aku dan istri sendiri. Pasti ada jalan. Seperti malam yang gelap, pasti akan ada selalu cahaya bagi mereka yang mencarinya. Seperti petikan syair lagu Maher Zain yang berjudul  Insya Allah. Potongan demi potongan syairnya tidak hanya membuatku berkaca-kaca, namun juga menimbulkan rasa optimisme.
Everytime you feel like you cannot go on
You feel so lost
That your so alone
All you is see is night
And darkness all around
You feel so helpless
You can’t see which way to go
Don’t despair and never loose hope
Cause Allah is always by your side
Insha Allah



Note : 


Beberapa Kali saya dikirim pesan atau dihubungi oleh pembaca blog ini. Tetapi karena tidak menuliskan nomor handphone, akhirnya banyak pesan yang telat masuk ke Handphone saya.
Untuk itu saya mohon maaf. Awalnya blog ini tidak dibuat sebagai promosi. Melainkan sebagai blog pribadi sebagai wahana curhat dan berbagi pengalaman.

Namun dalan perjalanannya karena banyak kesulitan menghubungi saya, maka saya share nomor handphone dan alamat saya agar bermanfaat. Terima kasih

Handphone :  +62 0813 604 234 78
Whastup : 0813 604 234 78
FB : Wayir Nuri

Alamat :
Komplek Damai Lestari Blok F Nomor 25 Lamreng Darul Imarah Aceh Besar
INDONESIA



Rabu, 24 April 2013

Children of Heaven




Judul tulisan ini mengingatkanku pada sebuah film Iran. Tapi aku tidak bermaksud menceritakan tentang film yang sangat menyegarkan jiwa tersbeut. Aku ingin bercerita tentang anak-anak kecil yang divonis menderita penyakit yang sangat mematikan; kanker.  Anak-anak kecil yang tengah tumbuh dengan segenap kecerdasan kelucuannya. Kata kanker akhirnya membuat perbedaan jelas. Bahwa harapan hidup dan mati sama besarnya. Sama tipisnya.
Semenjak mendapatkan perawatan kemotherapy bulan Oktober tahun 2012 di rawatan pediatrik HUKM, entah telah beberapa pasien kanker yang telah menghembuskan nafas terakhirnya. Ketika aku menuliskan catatan ini, dalam kurun waktu Oktober 2012 hingga April 2013, tercatat nama-nama mereka yang meninggal; Fang Ting, Ayesha, Fatin Auni, Omar Iman, Ali Azfar dan beberapa nama lain yang aku tidak ingat. Mereka meninggal setelah mendapatkan rawatan kemotherapy. Ada yang meninggal karena dokter sudah tidak mampu menangani pasien. Ini artinya kemotherapy tidak lagi mampu bekerja untuk membunuh sel kanker. Namun umumnya pasien kanker yang meninggal bukan karena kemotherapy, tetapi lebih pada effect sekunder seperti tertular penyakit atau sebab lain.
Salah satu nama yang melekat adalah Fatin Auni. Gadis kecil ini umurnya sama dengan Zaim kecilku. Bukan hanya Zaim yang berkawan dengan almarhumah Auni, kami sesama orang tua pun juga berkawan. Auni bukan penderita kanker. Gadis kecil ini sejak dilahirkan tidak memiliki pabrik sel darah putih—berfungsi melindungi tubuh dari jangkitan penyakit. Selama di rawat di HUKM, almarhumah sering tranfusi darah putih (pletlet).Dokter telah berusaha memberikan yang terbaik. Mereka bekerja di luar protokol karena untuk kasus almarhumah, tidak ada protokol pasti. Setelah melakukan operasi Arnab, kondisi kesehatan Auni semakin menurun. Allah mentakdirkan yang terbaik untuk Auni dan keluarganya. Pada hari Jum’at, Allah memanggil kembali Auni ke sisi Nya. Di ruang PHDU, aku memeluk ayah Auni. Aku katakan bahwa Allah tahu yang terbaik untuk hambaNya. Aku juga menangis. Aku selalu takut bahwa apakah setelah itu adalah giliranku untuk berpisah dengan Zaim kecilku? Hanya Allah yang tahu.
Aku selalu menangkan diri sendiri bahwa Zaim memiliki  (hanya) mengidap penyakit leukemia. Dimana dokter telah memiliki protokol yang jelas. Tetapi sebenarnya pemahaman itu keliru. Setiap anak kanker—juga jenis penyakit lain—selalu sama di mata Allah. Mereka yang mengidap penyakit leukemia tidak boleh merasa sombong kepada mereka yang menderita kanker kaki. Mereka yang kanker kaki tidak boleh sombong dengan mereka yang punya penyakit kanker otak. Stop. Semua penyakit memiliki peluang kesembuhan yang sama dari Allah. Tergantung usaha kita. Jangankab kanker. Flu, asma ataupun demam berdarah  (dengue ) dapat berakhir dengan kematian jika tidak ditangani secara baik.
Mereka yang meninggal masih berusia kecil dan ada beberapa yang sudah baligh. Bagiku mereka semua seperti makhluk-makhluk syurga yang diturunkan sementara ke dunia. Kehadiran mereka menghibur hati orang tua-meskipun terkadang terlalu lama. Namun waktu yang tidak lama itu membekas selamanya. Ibarat hujan sesaat, kehadiran mereka menyegarkan jiwa yang telah kekeringan selama satu musim sebelumnya.
Dalam Hadist Qudsi dinukilan tatkala Allah SWT berfirman pada hari kiamat kepada anak-anak: "Masuklah kalian ke dalam surga!". Anak-anak itu lalu berkata: "Ya Rabbi (kami menunggu) hingga ayah ibu kami masuk." Lalu mereka mendekati pintu syurga! tapi tidak mau masuk ke dalamnya. Allah  berfirman lagi: "Mengapa, Aku lihat mereka enggan masuk? Masuklah kalian  kedalam surga!" Mereka menjawab: "Tetapi (bagaimana) orang tua kami?" Allah pun berfirman: "Masuklah kalian ke dalam syurga bersama orang tua kalian."
(Hadits Qudsi Riwayat Ahmad dari Syurahbil bin Syua’ah yang bersumber dari sahabat Rasulullah). Subhanallah.  
Aku sendiri punya keinginan. Kalau Allah mau memanggil Zaim kembali ke sisi Nya, semoga jangan ketika dia masih kecil. Karena kalau masih kecil, Zaim hanya memberikan kemanfaatan untuk dirinya sendiri, atau paling-paling hanya bagi kedua orang tuanya. Aku ingin Zaim meninggal tatkala dia sudah dewasa. Meninggalnya pun jangan di ranjang. Tapi di bumi perjuangan. Apakah itu di Indonesia, Palestina, atau bumi perjuangan lainnya. Namanya juga keinginan. Tapi aku sepenuhnya sadar. Bahwa Zaim, juga kita semua milik Allah. Mana kala Allah sudah berkehendak, tiada ada satupun kekuatan yang mampu menahannya. Seperti anak-anak penderita kanker lainnya. Karena anak kita, tetapi kita semua adalah milik Nya. 








Jumat, 19 April 2013

Bukan Cerita Semalam di Malaysia




“Aku pulang dari rantau
Merantau ke negeri seberang
Oh, Malaysia..”



Baiklah, aku lanjutkan ceritaku. Ini masih cerita biasa, tentang usaha orang tua biasa seperti saya dan istri tercinta,  mendapatkan ujian yang luar biasa bernama leukemia. Saya menyebut penyakit leukemia sebagai sakit yang luar biasa karena jenis penyakit ini tidak biasa. Diantara  seribu anak, mungkin hanya 2-3 atau tiga anak yang mengidap penyakit leukemia. Selebihnya kebanyakan anak-anak diberikan ujian oleh Allah dengan sakit biasa seperti demam, flu, cacar, campak atau jenis penyakit temporer lainnya.
Entah mengapa terkadang aku teringat pada petikan lagu tulisan ini. Aku malah tidak tahu siapa yang menyanyikan. Yang aku ingat lagu sering berseliwearan dalam memori alam bawah sadarku. Inilah keunggulan sebuah kata-kata yang didendangkan dengan sepenuh hati. Ia akan melekat pada sanubari. Aku juga berdo’a tulisan-tulisan yang kupahat dalam blog ini, bercerita tentang pahit dan manisnya menganani leukemia, semoga membekas pada sanubari sidang pembaca. Tentu saja sebuah bekas, sebuah jejak yang menuntun jiwa-jiwa yang tak mudah menyerah. Jiwa-jiwa yang tak kenal lelah untuk mengobati orang-orang tercinta di sekeliling kita.
Perjalananku ke Banda dimulai ketika aku dan istriku keluar dari Rumah Sakit Zainal Abidin di Aceh. Aku ingat, pada tanggal 21 Oktober 2012 pukul 21.00, setelah dinyatakan hemogloblin yang dirasa cukup dengan tranfsusi daraha beberapa kali, kami segera berkemas untuk pulang. Sebelum pulang, aku dan istri menyempatkan diri ke Pasar Aceh membeli beberapa baju untuk Zaim. Sekedar persiapan di Malaysia sebelum berangkat. Pukul 22:30 kami sudah tiba di rumah. Malam itu kami berencana menyiapkan barang-barang yang perlu dipersiapkan. Di rumah, kakaknya Zaim, Muthia dan Faiza sudah tertidur pulas. Hanya ada nenek buyutnya yang masih terjaga.    Karena kelelahan, kami segera tertidur. Namun tidak benar-benar tertidur. Bagaimana bisa tidur nnyeyak ketika setiap detik aku merasa maut sudah begitu dekat dengan Zaim? Momentum itu aku rasakan bukan saat-saat itu saja, tapi juga memontum-momentum setelahnya.
********
Hari Rabu pagi, kami siap-siap berangkat. Di rumah ada sister Latifa, dia yang akan mengantarkan kami dengan mobil bututku. Tapi karena ada beberapa tamu yang datang, proses menyiapkan barang-barang berjalan lambat. Aku dan istri malah sempat tidak makan. Begitu juga dengan Zaim. Akibatnya kami kelaparan di pesawat Air Asia. Kami enggan beli makanan yang ditawarkan di pesawat karena barngnya dijual dalam Ringgit Malaysia. Masak mie instan kecil dijual 5 Ringgit. Kalau dikonversi setara dengan 15 ribu. Nasi gurih Aceh yang super lezat saja hanya 12 ribu. Inilah udiknya orang kampung sepertiku. Di pesawat Zaim merasa nyaman dan senang dengan pengalaman baru. Tapi itu hanya berlangsung sesaat karena setelah dirinya tersiksa dengan bunyi mesin pesawat tang terus mendengung.  Begitu juga ketika tiba di bandara Low Cost Carier Terminal (LCCT), Zaim semakin tidak nyaman. Apalagi suasana di LCCT tidak ubahnya seperti kawasan pabrik. Keluar dari pesawat, kami harus berjalan melalui tangga dan selasar yang panas tanpa mesin pendingin tentunya. Sangat berbeda dengan kondisi bandara Sultan Iskandar Muda di Aceh atau bandara Soekaro Hatta di Jakarta. Belakangan aku tahu bahwa LCCT diperuntukkan hanya untuk penumpang dengan pesawat Air Asia dengan harga terjangkau alias murah meriah. Maka aku menyebut LCCT tidak ubahanya seperti bandara untuk kaum miskin kota. 
Setelah beradaptasi dengan kondisi barang yangt tidak nyaman, selanjutnya kami harus menghadapi pemeriksaan dari pihak Imigrasi bandara Malaysia tidak kalah dalam membuat kami tidak nyaman . Kami ditanyai macam-macam. Mungkin muka-muka sepertiku mirip dengan Tenaga Kerja Indonesia yang ketangkap pihak Imigrasi sebelum ditendang alias dideportasi kembali ke Indonesia. Istriku malah langsung down begitu melihat sikap kurang ramah pihak Imigrasi. Dirinya baru tenang bahwa bagaimanapun juga kita ini mau berobat di negeri orang. Jadi mau tidak mau, suka tidak suka ya harus mengikuti prosedur tuan rumah.
Ketegangan dan rasa nyaman itu berubah menjadi lega ketika di lobby bandara kami di sambut oleh kolega kami, Encik Lukman. Dengan mobil Grand Livinanya, kami membelahan jalanan menuju hospital. Kami ditraktir makan di salah satu rumah makan dekat Bangi. Sayangnya suhu badan Zaim bertambah panas. Dan itu membuat perut kami keroncongan tiba-tiba menjadi kenyang. Perjalanan dilanjutkan menuju Cheras Kuala Lumpur, daerah dimana rumah sakit yang kami tuju berada. Semuanya sebenarnya terasa asing bagiku. Namun itu belum apa-apa dibanding ceritaku di rumah sakit nantinya.
Tiba di Cheras, kami menuju International Youtch Centre—penginapan sederhana yang lokasinya di depan HUKM. Encik Lukman sendiri kebetulan harus balik ke Perak—dia Cik Gu di salah satu sekolah di negeri tersebut. Di IYC, kami disambut oleh ustadz Nazeli. Menurutku salah satu takdir terbaik selama menjalani pengobatan Zaim adalah ketika aku dipertemukan dengan lelaki berhati malaikat tersebut. Selama di Malaysia, ustadz Nazeli dan keluarganya dengan all out membantu kami. Dari mulai membantu pendaftaran, selama di rawat intensif di hospital, ataupun selama rawatan jalan semasa kami tinggal di rumah komplek hospital. Aku tidak tahu berapa ringgit yang telah dikeluarkan oleh ustadz Nazeli untuk mengobati Zaim. Hanya Allah saja yang dapat membalas semua jasa baiknya.
Sore itu, sebelum masuk ke hospital sebenarnya ustadz Nazeli mengajak kami untuk makan malam. Namun begitu melihat Zaim muntah-muntah dan demam, kecemasan makin menjalariku. Akhirnya aku meminta ustadz Nazeli untuk mengantarkan kami ke Ruang Kecemasan (UGD).  Zaim harus diperiksa beberapa kali. Proses di Unit Kecemasan terasa panjang dan melelahkan. Kami sudah lapar dan mengantuk. Ustadz Nazeli akhirnya menawarkan kami makanan yang perlu dipesan. Beberapa saat kemudian ustadz Nazeli datang istri dan anaknya—membawa beberapa mainan untuk Zaim.
Setelah melalui proses pemeriksaan di Unit Kecemasan, salah seorang dokter yang sepertinya dianggap paling senior dan paling mengerti penyakit anak berkata, “Anak you, akan mati kalau tidak dirawat malam ini, tahu?” Aku sudah kelalahan dan kelaparan. Tapi kalimat itu terasa air es yang menguyur badanku. Cerita baru dimulai.



Nasehat Untuk Orang Tua Penderita Leukemia



......Nasihat Sederhana Ini Untukmu....
Untuk orang tua
yang anaknya baru saja divonis mengidap leukemia dan
 penyakit kronis lainnya

“Selamat datang pada babakan episode kisah hidup yang panjang”



Vonis kanker oleh dokter hanyalah awalan. Setelah itu kita harus melakukan banyak pekerjaan lain yang tak kalah melelahkan. Kerja-kerja itu bisa dijadikan dalam waktu yang lama, bahkan terkadang sangat lama. Inilah paling tidak yang perlu kita lakukan.
Pertama, mulailah menentukan jenis rawataan untuk kita atau anak-anak kita. Kanker konon dapat disembuhhkan melalui non medis. Yaitu pengobatan herbal. Saat ini banyak berbagai macam pengobatan yang konon menyembuhkan berbagai macam jenis penyakit. Namun saran saya, akan lebih baik dikonsultasikan dengan dokter. Seserius apa jenis penyakitnya. Kalau pada tahap awal, terkadang kanker atau tumor dapat disembuhkan dengan herbal. Tapi pada tahap sedang atau kritis, lebih baik melakukan pengobatan medis.
Saya sendiri memilih kombinasi antara pengobatan di rumah sakit dan herbal. Rumah sakit yang menyediakan layanan bagi pengobatan kanker umumnya memiliki pelatihan dan pengalaman. Mereka juga memiliki protokol ataupun standar pengobatan kanker. Setiap negara biasanya memiliki perbedaa protokol. Namun perbedaan protokol biasanya memiliki kesamaan-kesamaannya. Secara medis Zaim harus menjalani kemothrepay, tapi diluar itu saya juga memberikan berbagai macam nutrsisi. Yang tak kalah penting menjaga Zaim dari makanan yang menjadi makanan bagi kanker itu sendiri (Coklat, gula, nugget, dan lainnya)
Kedua, berfikirlah masalah finansial. Hampir semua jenis pengobatan kanker membutuhkan biaya yang selangit. Mereka yang kaya harus siap jatuh miskin jika berobat kanker. Mereka yang memiliki harta pas-pasan, harus mengharapkan keajaiban untuk mampu mendaptkan pengobatan bagi penyakit mematikan. Hanya beberapa negara, atau provinsi yang mampu menggratiskan biaya pengobatan kanker. Pengalaman kawan saya yang anaknya mengidap leukemia, dia memerlukan uang antara 800 juta hingga 1 miliar untuk mengobati anaknya. Pengalaman saya sendiri terpaksa harus menjual asset. Alhamdullillah hanya menjual sepeda motor dan mobil sekalipun sempat berfikir menjual rumah.  Saat ini saya fokus pada pengobatan untuk anak saya.
Ketiga, bersiap-siaplah menjadikan rumah sakit sebagai rumah kedua. Protokol di rumah sakit membuat pesakit atau orang tua harus sering-sering ke rumah sakit. Terkadang sepekan tiga atau empat kali orang tua harus memeriksakan anaknya di rumah sakit. Itu dalam kondisi normal. Dalam kondisi tidak normal karena adanya demam, jangkitan kuman atau efek kemotherapy, terkadang orang tua harus menunggui anaknya di rumah sakit. Bisa jadi satu pekan, satu bulan dan tidak jarang berpulan-bulan dalam peraduan rumah sakit. Tidak jarang rumah sakit atau hospital menjadi rumah kedua bagi pasien leukemia atau penyakit kronis lainnya.
Keempat, setelah usaha lelah lahir dan bathin, bergadang siang malam di rumah sakit, asset yang terjual semua kecuali yang melekat dalam badan, kita juga harus siap dengan konsekuensi lainnya. Konsekuensi itu bisa jadi anak kita sembuh total, sembuh tidak total atau pulang kembali ke hariban Nya. Itu semua adalah jalan takdir yang sudah digariskan. Dan selama kita hidup di dunia ini, tidak ada satupun mahkluk Tuhan yang dapat lepas dari jalan takdir. Itulah cara Allah menyayangi kita. Pada akhirnya kita harus percaya, bahwa tidak ada penderitaan yang abadi. Karena yang abadi adalah di sisi Nya.
Perjalanan merawat leukemia atau penyakit kronis lainnya tak ubah seperti lakon kehidupan yang sempurna. Ada pembukaan yang menggetarkan dada, ada bagian  yang membosankan, ada kegairahan hidup, dan yang tak kalah penting ending yang tidak bisa diduga. Perkara hidup atau meninggal itu hal yang biasa. Tapi semuanya pasti berakhir bahagia, sesuai dengan cara kita memaknainya.




Catatan Kaki :
Beberapa Kali saya dikirim pesan atau dihubungi oleh pembaca blog ini. Tetapi karena tidak menuliskan nomor handphone, akhirnya banyak pesan yang telat masuk ke Handphone saya.
Untuk itu saya mohon maaf. Awalnya blog ini tidak dibuat sebagai promosi. Melainkan sebagai blog pribadi sebagai wahana curhat dan berbagi pengalaman.

Namun dalan perjalanannya karena banyak kesulitan menghubungi saya, maka saya share nomor handphone dan alamat saya agar bermanfaat. Terima kasih

Handphone :  +62 0813 604 234 78
Whastup : 0813 604 234 78
FB : Wayir Nuri

Alamat :
Komplek Damai Lestari Blok F Nomor 25 Lamreng Darul Imarah Aceh Besar
INDONESIA