Rabu, 18 Desember 2013

Karena Sesungguhnya Ujian Itu Indah




“Jalan hidup kita, adalah skenario terbaik yang Allah berikan kepada kita. Jalanilah peranmu sebaik mungkin.”—Mohammad al Azhir
Pernahkah Tuan memperoleh ujian yang begitu dahsyat? Dada terasa begitu sesak, pikiran kalut tidak tentu arah. Berdiri kaki-kaki bergoyang, duduk tidak merasa nyaman dan tidur pun tidak tenang. Kondisi bertambah parah, saat kita harus segera memutuskan pengobatan terbaik untuk orang yang kita cintai. Apakah berobat di dalam negeri ataupun ikhtiar ke luar negeri, semuanya memerlukan biaya yang sangat mahal. Padahal saat itu jangankan asuransi kesehatan atau cadangan uang darurat, uang belanja harian pun kami harus atur sedemikian rupa. Maka tidak pilihan kecuali menjual apa yang ada demi nyawa orang yang kita cintai.
Maka dalam bayangkanlah ketika dalam tempo yang tidak lama, Tuan harus menjual harta yang sudah dikumpulkan bertahun-tahun. Harta-harta itu begitu lama kita kumpulkan, satu demi satu, sedikit demi sedikit. Lalu pada suatu waktu, Tuan harus melepaskan semua harta itu. Melepaskan benda demi benda yang pernah membekas dalam hati itu.  Semua itu ditukar atau dijual demi diganti dengan beberapa lembar uang untuk mempertahankan nyawa orang yang kita cintai. Tuan, saya pernah mengalami semua itu.
Ujian itu terjadi ketika anak yang ketiga, Zaim Abdirahman Nuri, didiagnosa mengidap penyakit Kanker Darah. Jamak  disebut Leukemia. Umur Zaim baru berumur dua tahun ketika aku dan istri diberitahu oleh dokter tentang jenis penyakit putra kami. Usia yang hampir sama dengan Mike Scott Si Batman Kecil dari San Francisco yang saat ini tengah ramai diberitakan oleh media massa.
Kanker, apapun jenisnya merupakan monster dari segala jenis penyakit. Saya yakin orang tua yang tengah tertidur lelap setelah seharian membanting tulang, saat itu juga akan bangun dari tidur begitu mengetahui anaknya mengidap penyakit Kanker. Bagiku kabar mengenai penyakit Kanker yang mendera putraku telah mengubah mimpi-mimpi yang indah menjadi mimpi buruk. Tidak ada lagi mimpi indah tentang danau sepi dimana angsa-angsa berenang dengan tenang. Tidak ada lagi mimpi tentang kolam yang yang dipenuhi dengan permen coklat atau manisan seperti dalam imajinasi kakak-kakaknya Zaim. Saat itu rasanya langit-langit runtuh, bumi terbelah. Sujud-sujud kami adalah rintihan do’a pengharapan berhiaskan butiran-butiran tasbih air mata.
Seiring air mata kami yang mulai mengering, lahirlah kesadaran dalam sanubari kami. Kesadaran akan ajaran langit yang tidak pernah menginginkan hamba Nya hanya duduk meratapi kesedihan. Allah Sang Sutradara kehidupan menginginkan kami terus melakoni skenario  kehidupan yang telah dibuat Nya. Allah sangat tahu, ujian ini tidak hanya sesuai atau pantas dengan kemampuan hamba Nya. Tapi Allah juga meyakinkan bahwa kami, kita juga saya mampu melewati ujian kehidupan ini. Selama semburat sinar matahari masih terbit di pagi hari, selama burung-burung masih terbang dengan ceria dan selama bayi bayi lucu terus lahir dari perut ibundanya, maka selama itu juga Allah masih menginginkan kehidupan ini terus berjalan. Allah menginginkan kita  terus berusaha. Allah mencintai hamba Nya gigih dan pantang menyerah mendaki segala macam ujian dalam kehidupan kita ini. Sampai pada masa nantinya kita telah selesai mengarungi semua gunung-gunung ujian dalam kehidupan ini.  
Kesadaran itulah yang membuatku bangkit dan berusaha mencari obat bagi penyakit Kanker Darah yang mendera anakku. Sang Nabi pernah bersabda semua penyakit itu pasti ada obatnya. Tergantung sejauh mana kita berusaha untuk mencari obat tersebut. Untuk itulah kita senantiasa dianjurkan untuk berdo’a selain wajib berusaha. Do’a bagaimanapun juga saudara kembar dari usaha. Keduanya akan saling melengkapi sepanjang jalan tadir membersamai kita.
Ikhtiar itu membuatku memutuskan untuk berangkat ke Malaysia dengan tujuan memperoleh perawatan terbaik. Aku dan istriku menghargai keterusterangan dokter di Aceh yang menyatakan rumah sakit di daerah kami tidak cukup memiliki fasilitas dan sumber daya yang terbaik bagi penanganan Kanker Darah. Terutama untuk tahap awal rawatan yang memakan waktu satu tahun. Tahap intensif merupakan tahan penting dalam tahap kemotherapy. Dalam tahap ini juga seorang pasien sangat rentan tertular atau terjangkit infeksi penyakit dari orang lain dikarenakan efek kemoterapy. Maka beranjak dari nasehatnya, Malaysia menjadi tempat kami mencari takdir terbaik bagi anak saya. Terlintas berat juga beratnya menjalani karena harus menjalani pengobatan di negeri orang lain; jauh dari saudara, lingkungan yang asing juga biaya yang tidak tahu berapa akan habis. Saya juga membayangkan ketakutan jika tiba-tiba Allah memanggil putra kami saat di Malaysia. Namun saya menguatkan diri kalaupun Allah berkenan memanggil Zaim, maka saya sudah ridho karena itu benang takdir yang sudah digariskan Nya. Namun jika Zaim meninggal karena lemahnya semangat orang tuanya dalam ikhtiar mencari pengobatan terbaik, mungkin bisa jadi saat ini saya akan meratapi diri tentang betapa rapuhnya jiwa saya ini.
Bagi orang Aceh, ada perumpamaan yang menyatakan ke Malaysia kami melompati parit. Sementara untuk ke Jakarta kami perlu menyeberangi  sungai. Begitulah jarak geografis antara Aceh dengan Malaysia. Maka aku tidak heran ketika mendengar kabar uang 300 milyar rupiah milik orang Aceh mengalir ke Malaysia tiap tahunnya dari sektor kesehatan. Pengobatan instensif setahun Zaim di Malaysia memakan uang 80.000 hingga 100.000 ringgit Malaysia, setara dengan uang  240 hingga 300 juta rupiah. Saat itu sempat frustasi dengan angka perkiraan itu. Padahal sepeda motor, mobil hingga rumah yang saya miliki tidak cukup untuk menutupi besaran biaya pengobatan Zaim. Tawakal bukan jalan keputusaan melainkan jalan kepasrahan kepada Allah setelah kita berusaha habis-habisan. Aku ingat saat-saat berkesan waktu itu. Setelah meminjam uang kepada beberapa orang dan menjual mobil bekas, saya hanya berkata kepada Allah, “Ya Allah, hanya ini yang Kau titipkan padaku. Kupinta tambahkanlah kekurangannya.”
Saya menggunakan perantara update Facebook dan status Blackberry Messenger (BBM) untuk memberitahukan kondisi Zaim pada khalayak publik. Cara ini sesungguhnya semacam soft fundraising. Saya pada posisi membutuhkan bantuan tetapi tidak mengucapkannya. Perlu dipahami bahwa saya tidak pernah mengirimkan pesan atau mengupdate status dengan kalimat meminta uang. Cara ini sesungguhnya hanya akan merendahkan jiwa kita, bukan saja di di mata manusia tetapi di sisi Allah. Karena sesungguhnya hanya kepada Nya lah kita meminta pertolongan.
Maka untuk itu saya memilih cara mengupdate  kondisi Zaim selama menjalani kemotherapy. Misalnya saja saya mengunggah gambar Zaim yang tengah tertidur pulas selepas operasi Bone Marrow (pengambilan cairan sumsum tulang belakang). Saya juga mempublish gambar Zaim yang tengah merintih kesakitan saat nurse-nurse tengah membuat line bagi masuknya obat kemotherapy atau cairan infus. Saya percaya sebuah gambar yang baik tidak hanya mewakili ribuan baris puisi, tetapi juga menggugah hati manusia.
Setelah berusaha dan berdo’a, Allah lah yang kemudian memainkan perannya dengan menggerakkan hati manusia. Diantara manusia-manusia pilihan itu, ada diantara mereka yang membuat tabung peduli, menjual merchandise hingga mengetuk pintu demi pintu hati manusia dengan tujuan mengumpulkan dana pengobatan bagi Zaim. Entah berapa ribu orang yang telah membantu biaya pengobatan Zaim. Hanya Allah lah yang mampu membalas semua kebaikan itu. Adapun saya dan istri, selain berjuang habis-habisan mendampingi Zaim melawan kanker, juga mencari penghasilan tambahan dengan cara menjual kaos kaki, bros, baju, jilbab, sari kurma serta barang komoditi lainnya.
Oktober 2012 hingga Oktober 2013, bagi kami adalah tahun-tahun terberat dalam mendampingi putra tercinta melawan kanker. Rasanya badan kami lelah dan bathin. Selama itu kami mencatat peristiwa membuat dada kami sesak, kesabaran kami diuji dan kekhawatiran yang tidak pernah ada habisnya. Anak-anak yang sedang menjalani kemoterapy biasanya mengalami kondisi-kondisi terberat diakibatkan efek samping obat tersebut. Anak-anak tersebut mereka tidak nyaman dengan badannya, akibatnya sering marah-marah dan mengamuk tidak menentu. Mereka tidur yang tidak nyenyak dan bangun dengan kondisi badan yang tidak nyaman. Belum selama fase intensif Zaim harus bolak balik masuk ruang isolasi jika kondisi badannya. Setiap saat secara berkala harus tranfusi darah merah juga darah putih(platelet/trombosit), kaki yang sakit, hingga seperti lumpuh. Juga mulut kering dan pecah-pecah serta sariawan yang berat, rambut yang gugur sampai botak, lebam-lebam juga nyeri sendi, tidak bisa buang air besar hingga keluar darah juga muntah serta mencret yang mengharuskan mengganti seprey dalam 5 menit sekali.
Dalam hal uang, kami juga pernah mengalami indahnya bertawakal, setelah buntu rasanya usaha kami. Saat itu zaim tiba-tiba demam karena efek samping kemoterapy. Hingga harus masuk ruang isolasi selama 1 minggu. Dan saat itu kami sedang kosong, dalam arti tidak mencukupi untuk membayar rumah sakit yang bisa mencapai 800 ringgit lebih. Kami sangat yakin, Allah akan kirimkan sejumlah yang akan kami bayar nanti, dan subhanallah. Hari zaim akan keluar rumah sakit ada seorang kawan yang menyampaikan donasi sebesar 850 RM.
Tuan, tanpa bermaskud mendikte, ujian hidup ini ibarat kita dipaksa untuk mendaki gunung. Kita harus melewati lembah, menuruni jurang, menapaki sabana juga merangkaki bukit gemukit. Pelan namun pasti kita akan berjalan naik. Lalu pada suatu saatnya  nanti setelah kucuran keringat dan kelelahan yang sempurna, kita benar-benar akan berdiri di puncak gunung. Sungguh saat itu tidak ada perasaan yang mampu kita ungkapkan kecuali keterindahan itu sendiri. Kita merasakan kehidupan ini begitu indah. Saat itu mungkin jiwa dan raga kita lelah lahir dan bathin. Namun saat kita duduk atau telentang, sambil memandang langit dan bintang gemintang, kita akan berkata,”Ya Allah,  terima kasih telah membimbingku sejauh ini. Terima kasih telah memberikan kehidupan yang indah ini.”
Wallahu’alam bis shawab.


Kamis, 14 November 2013

Kaleidoskop Setahun Mendampingi Zaim Melawan Leukemia (Bagian 1)



            Bulan  Oktober 2013 kemarin, tepat setahun Zaim menghabiskan lebih banyak waktunya di hospital. Banyak cerita dan kisah tentunya. Sengaja saya tuliskan catatan setahun ini dengan  harapan mampu membantu orang tua, pesakit kanker, atau penderita penyakit kronis lainnya.  Catatan-catatan ini semoga mampu mendampingi mereka melewati tahun-tahun berat dengan tetap menjaga pohon harapan akan datangnya kesembuhan. Harapan, semangat  dan optimisme inilah yang membuat kita mampu bangkit dari keterpurukan, terjaga dari mimpi buruk dan berlari menyambut sinar matahari. Beginilah awal mulai cerita Zaim.

September 2012
            Sebelum diagnose kanker, tiga bulan sebelumnya Zaim lebih sering sakit dibanding sehat. Beberapa sakit yang diderita Zaim sebelumnya seperti Campak, Cacar, dan terkena Basil. Kondisi ini membuat Zaim sering demam.  Semua jenis sakit tadi ada yang terjadi karena faktor interal dari Zaim sendiri, tetapi ada juga faktor eksternal karena tertular dari anak-anak tetangga. Sakit yag terus menerus ini menyebabkan daya tahan tubuh Zaim menjadi lemah. Sebenarnya dalam tubuh manusia ada system pertahanan ketika terjadi serangan dari virus atau bakteri. Salah satu elemen penting dalam system pertahanan tubuh manusia adalah sel darah putih (leukosit). Namun ketika terjadi sakit terus menerus pada tubuh manusia, sel darah putih ini menjadi kelelahan. Dalam kondisi seperti ini, ketika terjadi


Zaim terkena sakit Campak.

Oktober 2012
            Ada gejala yang tidak biasa pada masa pertumbuhan Zaim. Tiba-tiba berat badannya turun, mukanya pucat dan ada pembengkakan pada pangkal paha atau dibawah dagunya. Badan Zaim sering lebam-lebam seperti habis terjatuh atau kena pukul benda keras. Ketika malam badan Zaim panas, namun ketika pagi demam itu hilang dengan sendirinya. Yang agak aneh perut Zaim selalu kembung seperti ketika masuk angin. Selain itu juga, badan Zaim selalu berkeringat sekalipun tidur dalam ruang berpendingin. Belakangan kami sadar bahwa itu semua adalah gejala Kanker Darah. Setelah posiif mengidap kanker darah, kami sempat membawa Zaim ke Rumah Sakit Zainal Abidin di Aceh untuk transfusi darah. Saat itu kondisi Zaim sangat drop

         Setelah diskusi dengan dokter dan mendapat masukan dari seorang kawan yang anaknya pernah mengidap Leukemia, kami akhirnya memutuskan membawa Zaim berobat ke Pusat Perubatan University Kebangsaan Malaysia (PPUKM), Cheras Kuala Lumpur. Prosedur awal, Zam harus melewati pemeriksaan di Ruang Kecemasan (Emergency). Saya ingat pemeriksaan malam itu cukup lama. Belum kondisi kami yang kelaparan. Setelah melalui proses cukup lama melibatkan team dokter, malam itu juga Zaim dimasukkan ke PHDU.

     Tanggal 29 Oktober 2012 Zaim menjalani operasi pengambilan cairan tulang belakang (Bone Marrow). Hasil Bone Marrow Zaim didiagnosa mengindap kanker darah Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) Regimen C. Saat itu sel kanker darah Zaim sejumlah 90 persen. Untuk mengobati penyakit tersebut, Zaim memerlukan pengobatan intensif selema 10 bulan hingga 1 tahun. Untuk fase permulaan rawatan, Zaim dirawat atau tinggal dalam Ward selama satu bulan. Dan selama itu, saya harus pulang ke Aceh untuk mengurus dua anak saya yang lain, Muthia dan Faiza.  

       Selama satu bulan di adalam Ward, Zaim harus mengkonsumsi Dexamethasone. Obat golongan steroid ini untuk merasangsang pertumbuhan badan. Namun disisi lain Dexa membuat Zaim seperti orang kelaparan yang senantiasa minta makan setiap satu jam sekali. Setelah satu bulan tinggal di dalam Ward, Zaim dan umminya akhirnya bisa tinggal di luar Ward. Pasien yang rumahnya tidak jauh dari hospital PPUKM, memilih tinggal di rumah mereka. Adapun kami, karena tidak punya rumah di Malaysia, memaksa kami untuk mencari tempat tinggal. Untungya di PPUKM disediakan Rumah Charity bernama Ronald Mac Donald House (RMH). Rumah Charity ini menerapkan biaya yang sangat murah (RM 5/hari) dikarenakan merupakan bentuk CSR dari restoran cepat saji, Mac Donald. Biaya itu tentu sangat murah dibanding jika saya harus menyewa hotel atau flat. Umumnya sewa flat di sekitar PPUKM memerlukan biaya sekitar RM 350-RM 750 sebulan. Itu belum biaya untuk membeli peralatan dapur dan keperluan lain.




Desember 2012
Setelah satu bulan di Aceh, akhirnya pada tanggal 24 Desember 2012 saya bersama Muthia dan Faiza mengunjungi Zaim di Malaysia.  Anak-anak saya tidak pernah berpisah dalam masa yang lama dengan ibunya. Jadi begitu bertemu ibunya setelah berpisah selama satu bulan, saya ingat anak sulung saya Muthia, malah tidak bisa berkata apa-apa. Perasaanya campur aduk. Antara ingin menangis, gembira, haru atau tertawa. Adapun Zaim, sebulan tidak bertemua dengan saya, berat badannya bertambah dengan cukup drastis. Saya bahkan seolah tidak percaya bahwa bocah gendut itu tidak lain adalah Zaim.

Keberadaan kakak-kakaknya, membuat Zaim sedikit melupkan penderitaan selama menjalani kemotherapy atau luka akibat operasi pemasaran Kemopot. Untuk beberapa saat Zaim dapat bermain dengan kakak-kakaknya. Rasanya senang melihat Zaim bermain dengan kakak-kakaknya. Bagaimanapun juga, menjalani kemotherapy dengan dan tanpa kehadiran saudara-saudaranya akan sangat berbeda. Apalagi di usia Zaim yang baru 2 tahun, keperluan untuk bermain merupakan keperluan yang tidak bisa dikesampingkan.



Sayangnya, salah satu kakaknya mengidap influenza.Penyakit ini dengan cepat menulari Zaim yang membuat Zaim segera mengidap penyakit yang sama. Zaim pun mengalami demam. Alhasil, sesuai dengan protokol atau prosedur bagi anak-anak yang tengah menjalani kemo, ketika demam harus segera masuk ke ruang isolasi. Selama di ruang isolasi, Zaim harus diberikan anti biotik (intravena) dan secara rutin periksa darah. Prosedur ini  dimaksudkan untuk menjaga agar Zaim tidak terkena penyakit atau infeksi sekunder (penyakit yang datang diluar obat kemo. Umumnya hal ini sangat ditakuti oleh mereka yang tengah menjalani kemo). Selama masuk ruang isolasi, otomatis  jadwal kemo sementara harus berhenti. Akibatnya jadwal kemotherapy menjali lebih lama. Selain tentu  saja biaya juga bertambah. Umumnya selama satu pekan Zaim di rawat di ruang isolasi, kami harus mengeluarkan biaya antara RM 800 hingga RM 1000 tergantung pada kasus.


Januari 2013
Di bulan Januari, Zaim melanjutkan kemo. Sesuai dengan jadwal, saya dan istri gantian mengantar Zaim mendapatkan suntikan kemo di Unit Layanan Harian (Daycare) PPUKM. Kadang-kadang kami pergi bersama, terkadang sendiri. Terkadang juga kakaknya ikut mendampingi Zaim. Namun umumnya Zaim lebih senang jika didampingi  orang tua dan kakak-kakaknya.
Pada bulan itu, Zaim juga mengeluhkan badannya yang panas. Kondisi badan Zaim juga lemas. Kondisi ini dikhawatirkan syaraf Zaim terkena efek kemo. Akhirnya dokter merekomendasi Zaim diperiksa dengan MRI. Alhamdulillah hasil pemeriksaan melegakan kami. Zaim hanya terkena efek sementara obat kemo (bukan permanen).
Pada tanggal 20 Januari 2013, saya dan kedua kakak Zaim  pulang ke Aceh. Mereka harus sekolah seperti biasa. Sedangkan Zaim dan istri harus kembali menjani hari-hari berat di Malaysia. Saat itu saya hanya dapat berdo'a semoga Allah memudahkan urusan istri dan anakku.

Februari 2013 
Di bulan Februari, Zaim menjalani kemotherapy fase Escalating Capizi Maintenance I.  Pada fase ini  Zaim harus menjalani kemotherapy  dengan jenis obat seperti:
 - Vincristine : 1,5 mg/: mm2 IV (maximum 2 mg)
 - Methotrexate : 100 mg/m2 IV
 - Asparagise : 6000 units/m2
 - dan Intrathecal Methotrexate 
Semua obat itu diberikan secara berkala sesuai dengan jadwal. Seperti contoh; untuk asparagise biasanya selama dua pekan ada enam kali suntik Aspa. Selain  diberikan melalui jalur suntik (intravena), juga ada juga yang diminum seperti dexa dan Methotrexate.
Tidak lama di Aceh, saya kembali ke Malaysia bersama Muthia dan Faiza. Karena kelelahan, Muthia dan Faiza sakit  begitu tiba di Kuala Lumpur. Akibatnya Zaim ketularan kembali penyakit kakaknya dan harus masuk isolasi (capek dech). Bukan itu saja, di bulan Februari Zaim merasakan kesakitan. Badanya terasa panas seperti bara api. Selama tiga hari tiga malam Zaim menangis di ruang isolasi. Zaim akhirnya masuk ke bilik Ultrasound untuk mengetahui penyebab sakitnya. Akhirnya disimpulkan bahwa sakit yang diderita Zaim akibat efek kemotherapy. Kondisi ini juga diderita oleh anak-anak lain yang menjalani kemo.

Efek kemo ini membuat Zaim tidak bisa tidur dan mengalami kesakitan selama tiga hari tiga malam. Lalu  setelah efek kemo itu menghilang, tiga hari tiga malam Zaim tertidur lemas. Dia seperti habis bertempur habis-habisan dan kini kelelahan. Sabar ya anakku. 

Di bulan Februari itu juga, saya bolak balik ke Sekolah Rendah di dekat hospital untuk mengurus perpindahan sekolah anak saya. Saya juga harus pergi Jabatan Pentadbiran  Pendidikan (Seperti Depdinas) di Jalan Duta. Akhirnya dengan selama sentosa urusan memindahkan anak itu ditolak mentah-mentah karena kebetulan saya hanya menggunakan Visa Melancong. Padahal jenis Visa yang diperlukan untuk menyekolahkan anak adalah jenis Visa Profesional (Kerja) atau Visa Study.  Meskipun ditolak, saya bersyukur karena mungkin itu yang terbaik.

 
Karena hari itu hari Jum'at, sebagai bentuk rasa syukur atas "ditolaknya" pengurusan memindahkan anak, saya sholat Jum'at di Masjid Wilayah Persekutuan yang sangat indah itu. Setelah itu saya makan Nasi Briani  yang nikmat sampai kenyang. Alhamdulillah.  
 
 
Maret 2012
Fase 3 di bulan Maret adalah fase yang sangat berat dalam perjalanan kemotherapy Zaim. Efek obat kemo seperti Aspa dan jenis obat lainnya membuat Zaim susah untuk makan. Tidak hanya itu saja, Zaim juga susah buang air besar. Kondisi ini membuat kondisi Zaim agak mengkhawatirkan. Saya selalu merasa ngilu ketika melihat kondisi badan Zaim yang sangat kurus itu.


Pandangan mata Zaim terlihat sayu dan sangat tersiksa. Badannya kurus dengan kondisi tulang-tulang menyembul. Badan Zaim seperti sangat rapuh dan begitu lemah. Kondisi badannya sangat berbeda dengan beberapa bulan sebelumnya. 
Seperti orang tua lainnya  melihat kondisi anaknya yang tengah menjalani kemo, kami bukan hanya prihatin, tetapi juga frustasi. Ingin rasanya mengakhiri penderitaan buah hati kita tercinta. Tidak kuat kita melihat penderitaan anak kita yang tengah menjalani kemo. Tetapi kami juga sepenuhnya sadar bahwa apapun ceritanya, kemotehrapi harus terus dijalankan. Karena inilah cara terbaik ikhtiar untuk mengharapkan kesembuhan dari Allah.

Selain  faktor obat kemo, Zaim juga pernah menderita mencret (Ciret Birit kata orang Malaysia). selama berhari-hari. Saat itu secara tidak sengaja saya membeli Bubur Ayam. Rupanya bubur tersebut sudah agak basi. Makanan itulah penyebab Zaim muntah dan mencret. Kondisi Zaim yang sebelumnya kurus, kini malah dehidrasi akibat muntah dan mencret tersebut. Menurut kami, inilah salah satu titik kritis Zaim. Pihak dokter sendiri khawatir dengan kondisi Zaim yang sangat lemah dan dehidrasi tersebut. Pihak hospital sampai mendatangkan pakar gizi untuk Zaim. 
 
 
April 2013
Bulan April merupakan salah satu bulan kebahagian bagi Zaim. Di bulan tersebu, setelah hampir enam bulan di Malaysia, Zaim diperbolehkan pulang ke Aceh. Momentum kepulangan itu dikarenakan ada jeda jadwal berobat Zaim dari Fase tiga ke Fase Empat. Dokter di Malaysia menyarankan Zaim untuk pulang ke Indonesia. Umumnya pasien Kanker Darah seperti Zaim, mereka bukan hanya membutuhkan obat medis. Tetapi juga dukungan psikologis. Perasaan senang dan gembira sedikit banyak mendukung. keberhasilan proses kemotherapy.
Selama di Aceh, Zaim kembali dapat tidur dengan nyenyak, bermain di taman juga  makan ikan kesukaannya. Sesekali keliling saya membawa Zaim keliling kampung dengan sepeda motor. Di bulan April, Zaim mulai rutin mengkonsumsi juz. Pada awalnya kami memberikan juz dalam porsi sedikit (sekitar 30 mil). Juz ini kami buat sendiri. Biasanya untuk bahan juz kami mencampur jenis buah seperti Buah Bit, Kurma, Kiwi atau Apel Merah. Belakangan selama di Malaysia kami mencampur dengan buah Prune yang sudah dikeringkan. Memberikan juz bagi kami merupakan salah satu tahan penting bagi proses perjalanan Zaim. Hal ini nampak pada hasil pemeriksaan darah yang umumnya cenderung lebih bagus. Sejak mengkonsumi juz, Zaim mulai jarang masuk ruang isolasi ataupun transfusi darah. Juz tersebut juga membuat kondisi pencernaan Zaim, terutama ketika buang air besar mulai membaik. Sekedar catatan tambahan, untuk memudahkan memberikan juz pada Zaim kami menggunakan Ciringe. Alat ini terbukti lebih efektif sebagai cara untuk memberikan obat atau juz pada Zaim.
Tidak sampai dua pekan di Aceh,  kami harus kembali ke Malaysia untuk melanjutkan rawatan Zaim yang masih separuh lagi. Di bulan April, Zaim kembali menjali operasi Bone Marrow untuk ketiga kalinya. Hasilnya sel Kanker di dalam Zaim tinggal 4 persen. Menurut dokter, itu artinya obat kemo dapat bekerja dengan baik membunuh sel kanker. Alhamdulillah.



        Di bulan April,  Zaim memasuki fase 4  Reinduktion dan Reconsolidation,  atau  istilah lainnya Entered Delayed Intensification. Seperti fase-fase sebelumnya, pada fase reinduction Zaim harus menjalani kemotherapy  dengan jenis obat seperti :
  -Vincristine : 1,5 mg/: mm2 IV (maximum 2 mg)
  - Doxorubicin : 25 mg/m2
   - Methotrexate : 100 mg/m2 IV 
   - Dexamethasone : 10 mg/m2/day
   - Asparagise : 6000 units/m2
   - dan Intrathecal Methotrexate 
Adapun pada fase Reconsolidation; Zaim harus menjalani kemotherapy dengan rincian obat seperti :
- Cylopnosphamide 1000 mg/m2 IV
- Mercaptopurine 60 mg/m2/day
 -Vincristine : 1,5 mg/: mm2 IV (maximum 2 mg)
 - Asparagise : 6000 units/m2
  - dan Intrathecal Methotrexate 




Dari beberapa jenis obat kemo itu, umumnya yang berat seperti Doxorubicin dan Cylopnosphamide.  Meskipun fase ini berat, alhamdulillah kondisi berat badan Zaim mulai membaik. Pada sisi yang lain, rambut Zaim banyak berguguran. Boleh dibilang kondisi kepala Zaim botak licin karena tidak ada lagi rambut yang menempel di kulit kepalanya. Keguguran pada rambut merupakan efek sementara selama kemo. Umumnya rambut itu akan tumbuh lagi sesuai dengan dosis obat kemo yang mulai berkurang. 
Setengah perjalanan merawat Zaim, saya sudah merasa sepenuhnya tua. Tidak ada ungkapan yang lebih pas kecuali syukur pada Nya. (bersambung)

















Jumat, 25 Oktober 2013

Mengetuk Pintu Syuga Nya




Para orang tua yang anaknya menderita sakit berat seperti Kanker, 
selalu bertanya dalam hati, “Apa dosa dan kesalahanku, sehingga Allah menimpakan ujian ini kepadaku?”

Itu sebuah pertanyaan yang wajar. Sebagai seorang muslim kita senantiasa dianjurkan untuk banyak beristighfar dan bermuhasabah (menghisab diri). Sebagai manusia, tentu kita pernah, bahkan mungkin sering melakukan dosa dan kesalahan.  Manusia tempatnya lupa dan dosa, begitu para bijak bestari berkata. Rasanya aneh sekali ketika ada manusia di dunia ini yang tidak pernah mengakui kesalahan dan dosanya.
Ujian ini mungkin cara Allah berkomunikasi langsung dengan kita. Mungkin karena sholat kita selama ini kurang khusyuk, terburu-buru dan cepat saji. Mungkin selama ini kita tidak cukup berkontemplasi karena sibuk dengan komputerisasi. Mungkin selama ini kita kurang memberikan perhatian  kepada anak-anak kita atas dasar sibuk mencari materi. Atau mungkin melalui ujian ini, Allah menginginkan untuk sementara atau beberapa lama cuti dari rutinitas kita sehari-hari. Lalu fokus pada ibadah melalui ujian ini. Ujian berupa merawat anak.

Ada sedikit diantara kita yang dulunya banyak melakukan dosa. Lalu Allah sedikit menegur, agar kembali mengingat Nya, kembali ke jalan Nya, kembali bersama Nya. Adapun kebanyakan kita adalah orang tua biasa. Yang  hidup dengan cara menjemput rezeki melalui pintu-pintu yang halal. Mungkin kita hamba Allah yang biasa. Ibadah kita mungkin biasa, sedekah kita mungkin biasa, sholat-sholat kita mungkin juga biasa. Pendeknya kita menjadi manusia biasa. Dalam bahasa singkat, kita mungkin bukan seorang muslim yang sempurna, namun kita juga bukan orang yang bersih dari dosa.
Lalu kenapa hukuman ini tidak ditimpakan kepada para mereka yang hidupnya penuh dengan bercikan dosa, para tiran yang  membunuh demonstran di Lapangan Rabi’ah Al Adawiyah Mesir sana, para koruptor yang membuat hidup kita menderita, juga para penipu yang mengambil uang dari dompet kita? Kenapa Allah memberikan hukuman ini kepada kita, bukan para penjahat-penjahat penentang perintah titah Tuhan?
Mungkin kita sudah menjadi orang tua yang baik, tetangga yang baik dan manusia yang baik. Tetapi Allah menginginkan kita menjadi manusia yang lebih baik, dan lebih baik lagi. Derajat keimanan kita tidak akan pernah sampai kapan pun menyamai Rasul, Nabi dan para Sahabat. Mengapa begitu? Karena ujian yang kita terima jauh lebih ringan daripada ujian para Nabi dan Rasul.  Padahal mereka adalah hamba-hamba terkasih Nya.  Mungkin itulah cara Allah menganggat derajat orang-orang pilihan. Tetapi sesungguhnya ujian ini memotivasi kita untuk berlari mendekati mereka.

Dalam satu catatan sejarah Rasulullah, ada peristiwa yang tidak biasa dengan Ahlul Badar. Mereka yang ikut berperang dengan rasulullah di Badar, sudah pasti dijamin masuk syurga oleh Allah. Sekalipun selepas pulang dari perang Badar itu, mereka bisa jadi melakukan dosa dan kesalahan. Tetapi Allah mengampuni mereka tersebab mereka Ahlul Badar. Itulah salah satu amalan yang selalu membuat cemburu gerenerasi muslimin sesudahnya. Para Ahlul Badar diberikan kelebihan oleh Allah diatas manusia yang lainnya.
Lalu kita bertanya, amal baik apa yang telah kita lakukan di dunia ini? Perbuatan apa yang membuat kita layak masuk syurga Nya? Para orang tua yang merawat anak-anak penderita Kanker dan penyakit kronis lainnya telah melewati malam-malam yang melelahkan, tidur  yang  tidak terpuaskan, harta yang entah berapa telah kita lepaskan, juga kelelahan yang tidak bisa kita definisikan dengan kata-kata. Kata lelah sendiri lelah untuk mendefinisikan kata  lelah. 
Setelah itu semua, dengan tangan tengadah mari kita berdo’a kepada Nya, “ Ya Allah, ridhoilah amal perbuatan kami.  Dan semoga ini semua menjadi amalan terbaik yang mengantarkan kami ke syurga Mu.” Semoga kesabaran, keihlasan dan amalan kita menjadi ribuan, jutaan milyaran pahala yang mampu mengetuk pintu syurga Nya. Allahuma Amien.






Sabtu, 19 Oktober 2013

Sejuta Rasa Merawat Anak Leukemia





            Hari ini, tepat hampir setahun kami mendampingi Zaim melawan Leukemia. Aku masih ingat, tiga hari sebelum Lebaran Haji Tahun 2012 lalu, kami memutuskan berangkat ke Malaysia. Apa perasaan yang saya rasakan setahun yang lalu dengan saat ini? Sejuta warna pelangi rasanya hadir dalam kehidupan ini. Manis, pahit, sedih, gembira, tawa, tangis dan perasaan mewarnai perjalanan setahun ini. Delapan tahun menikah, seperti terasa landai dibanding perasaan mendampingi putraku setahun ini. Sungguh satu tahun yang sangat berat.
Saya dan istri mungkin termasuk  orang tua kebanyakan yang panik begitu mendengar dokter memvonis Kanker Darah.Langit-langit serasa runtuh dan dunia seperti terbalik dalam pikiran kami. Moment-moment paska vonis Kanker hingga rawatan terhadap Zaim,  baik selama di  Aceh ataupun Malaysia rasanya seperti detik-detik terakhir kami dengan Zaim. Perasaan itu terkadang hilang, diganti dengan kegembiraan sementara, sebelum akhirnya datang kembali seiring dengan titik-titik kritis kondisi Zaim. Kami juga merasa tertekan dan shock ketika beberapa kawan Zaim yang berobat Kanker,  satu demi satu berpulang ke Allah. Saat itu kami  mengetahui malaikat maut tengah berdiri diantara anak-anak pesakit Kanker lain, menunggu waktu untuk mengambil nyawa. Yang tidak ketahui hanya manifest alias daftar nama yang tertulis dalam catatan malaikat itu.  Ya Allah, secepat itukah Engkau akan mengambil anakku?
Kami juga harus kelimpungan mencari biaya pengobatan kanker yang jumlahnya wah itu. Jual apalagi, hutang sama siapa lagi. Seumpama manusia hidup diatas tanah, kami terpedam dalam sumur kehidupan; gelap, asing dan sepi. Namun diatas itu semua, kami juga sedih seadainya Zaim diminta kembali oleh Allah. Kesadaran membuat kami  sepenuhnya memahami. Bahwa masalah bukan hanya perlu diresapi. Tetapi perlu ikhtiar untuk mendapatkan takdir terbaik. Mengobati Zaim di Malaysia merupakan bagian dari ikhtiar kami untuk itu. Tentu saja Allah yang duduk di Arasy sana menginginkan kami tidak tinggal diam melihat Zaim yang diserang Kanker Darah.

Zaim bukan satu-satunya anak yang diserang Leukemia dan kami, bukan satu-satunya orang tua yang menderita karena anaknya Leukemia. Cakrawala kehidupan semakin luas tatkala mendapati anak-anak yang berjuang melawan penyakit Kanker Darah dan penyakit Kanker lainnya. Ada diantara mereka yang berpulang kehadirat Allah terlebih dahulu.  Ini sebenarnya sebuah bukti yang sangat jelas bahwa Allah lah yang menyembuhkan. Kemotherapy, Radiotherapy, Herbal dan segala jeni pengobatan lainnya hanya usaha manusia. Ada diantara para pesakit setelah menjalani kemotherapy mendapat predikat survivor karena masih bertahan lebih dari sepuluh tahun sejak diagnosa pertama, ada yang sedang melalui tahap perawatan (maintenance),ada juga yang tengah menjalani pengobatan secara intensif. Beberapa hari, kami malah melihat pasien-pasien yang baru saja mendapat diagnosa menderita Leukemia. Seperti Zaim dulu, anak-anak ini selalu menangis dan menderita karena pengobatan kemotherapy ini akan mencerabut sementara waktu kebahagian dan senyuman mereka. Seperti kami dulu, orang tua yang anaknya divonis kanker akan shock dan frustasi. Kami seperti melihat peristiwa yang sama dengan kondisi kami setahun yang lalu. Inilah perjalanan hidup yang selalu berputar. Semua mendapat giliran ujian, sekalipun dalam bentuk yang berbeda.
Zaim dengan bang Farras, survivor Leukemia.


Takdir Zaim membuka selimut takdir yang lain. Ternyata dunia tidak seperti kita bayangkan. Saat anak kita menderita penyakit akut, hati orang tua akan lebih sensitif terhadap rasa dan perasaan. Juga dalam pergaulan dengan saudara, kawan, tetangga, rekan kerja hingga atasan kita.  Ada orang yang sepertinya dekat dengan kita, tiba-tiba menjauh  begitu kita memerlukan uluran tangan. Ada yang yang sepertinya dekat, lalu bertambah dekat dengan tersebab empati atas penderitaan kita. Itu semua hal yang biasa. Yang tidak biasa adalah ada orang-orang yang selama ini tersembunyi di luar sana, lalu karena Allah menggerakkan hatinya, tiba-tiba orang-orang itu mendekat, membantu, menghibur anak kita, mendengarkan keluhan dan mengusap air mata kita.  Kepada mereka tidak putus-putusnya saya sampaikan jazakumullah khairan katsira.
Zaim bersama bang Bobby dan pengurus Himpunan Mahasiswa Aceh (TARSA)
Pada titik ini, perkenankan saya menyimpulkan. Ujian yang kita terima, sebenarnya bukan hanya menguji kecintaan terhadap anak kita. Tetapi dalam jangkauan yang lebih luas, menguji orang-orang  disekeliling kita, sejauh mana mereka empati terhadap kita, terhadap lingkungan mereka, juga terhadap sabda-sabda Tuhan yang mereka  hayati selama ini atau atas kemanusian yang mereka miliki. Juga terhadap diri kita sendiri, saat orang-orang disekitar kita mengalami hal yang sama. Hikmah yang luar biasa.
Satu tahun yang luar biasa itu, segera kami lewati. Sudah saatnya kami harus kembali menjalani kehidupan dengan sedikit normal. Tanggal 23 Oktober 2013 ini, Insya Allah kami akan pulang. Berbagai macam agenda yang tertunda sudah pasti harus segera ditunaikan. Mengurus kakak-kakak Zaim kembali normal bersekolah, masuk kerja secara normal, mengembalikan piring tetangga, juga melanjutkan cita-cita pribadi dan keluarga.


            Lalu bagaimana dengan si bujang kita bernama Zaim? Perjalanan Zaim melawan kanker masihlah lama. Zaim perlu menjalani masa maintenance dengan minum obat dirumah, lalu sebulan sekali ke rumah sakit untuk  mendapatkan obat kemo melalui jalur suntik dan tiga bulan sekali untuk suntik tulang belakang. Setahun sekali Zaim juga harus general check up.  Beberapa tahun lagi, ketika Zaim akan sunat, dokter-dokter di PPUKM menyarankan untuk membawa Zaim ke rumah sakit ini lagi. Juga sebelum nantinya bujang kita bernama Zaim Abdirahman Nuri ini bermaksud meminang anak gadis orang, dia juga harus meyakinkan pada calon mertua bahwa sel kanker yang ada dalam dirinya sepenuhnya masih tidur dengan lelap atau hilang sama sekali.
Masih banyak agenda dan masih akan ada banyak cerita tentunya. Tapi pada titik ini, kami sudah merasa  bersyukur. Kami mengalami perasaan-perasaan terindah yang belum kami alami sebelumnya. Perasaan bahagia melebihi apapun yang pernah kami rasakan.  Saya merasa seolah-olah ini hari terakhir saya, lalu sebelum jasad ini dikuburkan saya berkata pada dzat Yang Maha memberi kehidupan. “Ya Allah, terima kasih telah memberikan kehidupan yang indah ini. Sesungguhnya kami ridho atas segala takdir Mu. Amien.” 
Life is beuatifull. Subhanallah. 
Mendaki gunung Lhok Mata Ie, Aceh Besar



Catatan Kaki:
Beberapa Kali saya dikirim pesan atau dihubungi oleh pembaca blog ini. Tetapi karena tidak menuliskan nomor handphone, akhirnya banyak pesan yang telat masuk ke Handphone saya.
Untuk itu saya mohon maaf. Awalnya blog ini tidak dibuat sebagai promosi. Melainkan sebagai blog pribadi sebagai wahana curhat dan berbagi pengalaman.

Namun dalan perjalanannya karena banyak kesulitan menghubungi saya, maka saya share nomor handphone dan alamat saya agar bermanfaat. Terima kasih

Handphone :  +62 0813 604 234 78
Whastup : 0813 604 234 78
FB : Wayir Nuri

Alamat :
Komplek Damai Lestari Blok F Nomor 25 Lamreng Darul Imarah Aceh Besar
INDONESIA